|
|
|
Perlawanan Menentang Kolonialisme dan
Imperialisme Barat di Indonesia
1.
Periode Sebelum Abad Ke-18
a. Dipati Unus (1518 – 1521)
Hanya kurang lebih satu tahun setelah kedatangan Portugis di
Malaka (1511), perlawanan terhadap dominasi Barat mulai muncul. Jatuhnya Malaka
ke pihak Portugis sangat merugikan jaringan perdagangan para pedagang Islam
dari Kepulauan Indonesia. Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun saat
Malaka jatuh ke pihak Portugis. Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan
Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di Malaka. Pada tahun 1513, Demak
mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Penyerangan tersebut
dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah. Namun karena faktor jarak yang
begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta strategi perang
kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.
b. Panglima Fatahillah (1527 – 1570)
Dalam rangka memperluas ekspansinya ke daerah Barat, Demak
mengirim Fatahillah untuk menggagalkan rencana kerja sama antara Portugis dan
Pajajaran. Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis
di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda
Kelapa. Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti menjadi
Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah
diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di
Banten dan Jayakarta.
c . Sultan Baabullah (1570 – 1583)
Raja Ternate yang sangat gigih melawan Portugis adalah Sultan
Hairun yang bersifat sangat anti-Portugis. Beliau dengan tegas menentang usaha
Portugis untuk melakukan monopoli perdagangan di Ternate. Rakyat Ternate di
bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan. Rakyat menyerang dan membakar
benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut.
Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak mampu menghadapi
perlawanan. Oleh karena itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis menawarkan
tipu perdamaian. Sehari setelah sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang
Sultan Hairun untuk menghadiri pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan
Hairun hadir, dan kemudian dibunuh oleh kaki tangan Portugis.
Peristiwa ini menimbulkan kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan
terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah
bertekad menggempur Portugis. Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan
untuk mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu
bertahan di dalam benteng yang akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena
kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur.
d. Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636)
Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali dilakukan
pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah. Untuk itu, Sultan Alaudin
Riayat Syah mengirim utusan ke Konstantinopel (Turki) untuk meminta bantuan
militer dan permintaan khusus mengenai
pengiriman meriam-meriam, pembuatan senjata api, dan penembak-penembak. Selain itu,
Aceh juga meminta bantuan dari Kalikut dan Jepara.
Dengan semua bantuan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan lainnya,
Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka pada tahun 1568. Namun
penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Meskipun demikian, Sultan Alaudin
telah menunjukkan ketangguhan sebagai kekuatan militer yang disegani dan
diperhitungkan di kawasan Selat Malaka.
Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan
Iskandar Muda memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka
dengan sejumlah kapal yang memuat 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak
terelakkan yang kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.
e. Sultan Agung Hanyokrokusumo
(1613 – 1645)
Raja Mataram yang terkenal adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Beliau di samping cakap sebagai raja juga fasih dalam hal seni budaya, ekonomi,
sosial, dan perpolitikan. Beliau berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam
di Jawa seperti Gresik (1613), Tuban (1616), Madura (1624), dan Surabaya
(1625). Setelah berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan
Agung mengalihkan perhatiannya pada VOC (Kompeni) di Batavia. VOC di bawah
pimpinan Jan Pieterzoon Coen berusaha mendirikan benteng untuk memperkuat monopolinya
di
Jawa. Niat VOC
(kompeni) tersebut membuat marah Sultan Agung sehingga mengakibatkan Mataram
sering bersitegang dengan VOC (kompeni).
Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak dapat
dipercaya. Oleh karena itu pada tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung
memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan Mataram
dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur. Kemudian tahun 1629,
Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul,
Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta. Meskipun tidak berhasil
mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti penjajahan
asing khususnya kompeni Belanda.
|
|
f. Sultan Ageng Tirtayasa (1651 – 1683)
Sultan Ageng merupakan musuh VOC yang tangguh. Pihak VOC ingin
mendapatkan monopoli lada di Banten. Pada tahun 1656 pecah perang. Banten
menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade
pelabuhan. Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai. VOC mencari
siasat memecah belah dengan memanfaatkan konflik internal dalam keluarga
Kerajaan Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan
Haji (1682 – 1687) sebagai raja di Banten. Sultan Ageng dan Sultan Haji
berlainan sifatnya. Sultan Ageng bersifat sangat keras dan anti-VOC sedang
Sultan Haji lemah dan tunduk pada VOC. Maka ketika Sultan Haji menjalin hubungan
dengan VOC, Sultan Ageng menentang dan langsung menurunkan Sultan Haji dari
tahtanya. Namun, Sultan Haji menolak untuk turun dari tahta kerajaan.
|
|
Untuk mendapatkan tahtanya kembali, Sultan Haji meminta bantuan
pada VOC. Pada tanggal 27 Februari 1682 pasukan Sultan Ageng menyerbu Istana Surosowan
di mana Sultan Haji bersemayam. Namun mengalami kegagalan karena persenjataan
Sultan Haji yang dibantu VOC lebih lengkap. Tahun 1683 Sultan Ageng berhasil
ditangkap, dan Sultan Haji kembali menduduki tahta Banten. Meskipun Sultan
Ageng telah ditangkap, perlawanan terus berlanjut di bawah pimpinan Ratu Bagus
Boang dan Kyai Tapa.
Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak dapat
dipercaya. Oleh karena itu pada tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung
memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia. Pasukan Mataram dipimpin
oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur. Kemudian tahun 1629, Mataram kembali
menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Kyai Adipati
Mandurareja, dan Dipati Upasanta. Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia,
Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti penjajahan asing khususnya kompeni
Belanda.
g. Sultan Hasanuddin (1654 – 1669)
Perdagangan di Makassar mencapai perkembangan pesat pada masa
pemerintahan Sultan
Hasanuddin. Banyak
pedagang dari berbagai Negara seperti Cina, Jepang, Sailan, Gujarat, Belanda,
Inggris, dan Denmark yang berdagang di Bandar Sambaopu. Bahkan untuk mengatur
perdagangan, dikeluarkanlah hukum pelayaran dan perdagangan Ade Allopilloping
Bacanna Pabalue.
Ketika VOC datang ke Maluku untuk mencari rempah-rempah, Makassar
juga dijadikan daerah sasaran untuk dikuasai. VOC melihat Makassar sebagai
daerah yang menguntungkan karena pelabuhannya ramai dikunjungi pedagang dan
harga rempah-rempah sangat murah. VOC ingin menerapkan monopoli perdagangan
namun ditentang oleh Sultan Hasanuddin.
Pada bulan Desember 1666, armada VOC dengan kekuatan 21 kapal
yang dilengkapi meriam, mengangkut 600 tentara yang dipimpin Cornelis
Speelman tiba dan menyerang Makassar dari laut. Arung Palaka dan orang-orang
suku Bugis rival suku Makassar membantu VOC menyerang melalui daratan.
Akhirnya VOC dengan sekutu-sekutu Bugisnya keluar sebagai pemenang. Sultan
Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November
1667, yang berisi:
1) Sultan
Hasanuddin memberi kebebasan kepada VOC melaksanakan perdagangan,
2) VOC memegang
monopoli perdagangan di Sombaopu,
3) Benteng
Makassar di Ujungpandang diserahkan pada VOC,
4) Bone dan
kerajaan-kerajaan Bugis lainnya terbebas dari kekuasaan Gowa.
|
|
Sultan Hasanuddin tetap gigih, masih mengobarkan
pertempuran-pertempuran. Serangan besar-besaran terjadi pada bulan April 1668
sampai Juni 1669, namun mengalami kekalahan. Akhirnya Sultan tak berdaya, namun
semangat juangnya menentang VOC masih dilanjutkan oleh orang-orang Makassar.
Karena keberaniannya itu, Belanda memberi julukan Ayam Jantan dari Timur kepada
Sultan Hasanuddin.
2.
Periode Sesudah Abad Ke-18
a.
Perang Paderi (1803 – 1838)
Peristiwa ini berawal dari gerakan Paderi untuk memurnikan
ajaran Islam di wilayah Minangkabau, Sumatra Barat. Perang ini dikenal dengan
nama Perang Paderi karena merupakan perang antara kaum Paderi/kaum putih/golongan
agama melawan kaum hitam/kaum Adat dan Belanda. Tokoh-tokoh pendukung kaum
Paderi adalah Tuanku Nan Renceh, Tuanku Kota Tua, Tuanku Mensiangan, Tuanku Pasaman,
Tuanku Tambusi, dan Tuanku Imam. Jalannya Perang Paderi dapat dibagi menjadi 3 tahapan,
berikut.
1
) Tahap I, tahun 1803 – 1821
Ciri perang tahap pertama ini adalah murni perang saudara dan
belum ada campur tangan pihak luar, dalam hal ini Belanda. Perang ini mengalami
perkembangan baru saat kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda. Sejak itu
dimulailah Perang Paderi melawan Belanda.
2
) Tahap II, tahun 1822 – 1832
Tahap ini ditandai dengan meredanya pertempuran karena Belanda
berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum Paderi yang makin melemah. Pada
tahun 1825, berhubung dengan adanya perlawanan Diponegoro di Jawa, pemerintah
Hindia Belanda dihadapkan pada kesulitan baru. Kekuatan militer Belanda
terbatas, dan harus menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum
Paderi dan perlawanan Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan
perjanjian perdamaian dengan Kaum Paderi. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian
Masang (1825) yang berisi masalah gencatan senjata di antara kedua belah pihak.
Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda kembali menggempur kaum Paderi di
bawah pimpinan Letnan Kolonel Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul juga oleh
pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.
3
) Tahap III, tahun 1832 – 1838
Perang pada tahap ini adalah perang
semesta rakyat Minangkabau mengusir Belanda. Sejak tahun 1831 kaum Adat dan
kaum Paderi bersatu melawan Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Pada
tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan diduduki
Belanda. Tuanku Imam mengungsi ke Marapak. Pertempuran itu berakhir dengan
penangkapan Tuanku Imam, yang langsung dibawa ke Padang. Selanjutnya atas
perintah Letkol Michiels, Tuanku Imam diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat pada
tahun 1838. Kemudian pada tahun 1839 dipindah
|
|
ke Ambon. Tiga
tahun kemudian dipindah ke Manado sampai meninggal pada tanggal 6 November 1964
pada usia 92 tahun.
b
. Perang Maluku (1817)
Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, monopoli
diberlakukan lagi. Diberlakukan lagi system ekonomi uang kertas yang sangat
dibenci dan keluar perintah sistem kerja paksa (rodi). Belanda tampaknya juga
tidak mau menyokong dan memerhatikan keberadaan gereja Protestan dan
pengelolaan sekolah-sekolah protestan secara layak. Inilah penyebab utama meletusnya
Perang Maluku yang dipimpin Kapitan Pattimura.
Pada tanggal 15 Mei 1817, pasukan Pattimura mengadakan penyerbuan
ke Benteng Duurstede. Dalam penyerangan tersebut, Benteng Duurstede dapat
diduduki oleh pasukan Pattimura bahkan residen van den Berg beserta
keluarganya tewas. Tentara Belanda yang tersisa dalam benteng tersebut menyerahkan
diri. Dalam penyerbuan itu, Pattimura dibantu oleh Anthonie Rheebok,
Christina Martha Tiahahu, Philip Latumahina, dan Kapitan Said Printah.
Berkat siasat Belanda yang berhasil membujuk Raja Booi, pada
tanggal 11 November 1817, Thomas Matulessy atau yang akrab dikenal dengan
gelar Kapitan Pattimura berhasil ditangkap di perbatasan hutan
|
|
Booi dan Haria. Akhirnya
vonis hukuman gantung dijatuhkan kepada empat pemimpin, yaitu Thomas Matullessy
atau Kapitan Pattimura, Anthonie Rheebok, Said Printah, dan Philip Latumahina.
Eksekusi hukuman gantung sampai mati dilaksanakan pada pukul 07.00 tanggal 10
Desember 1817 disaksikan rakyat Ambon.
c
. Perang Bone (1824)
Pada tahun 1824, Gubernur Jenderal van der Capellen membujuk
kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan untuk memperbarui Perjanjian Bongaya,
tetapi Bone bersikeras menolaknya. Setelah van der Capellen pergi meninggalkan
Bone, Ratu Bone memimpin kerajaan-kerajaan Bugis melancarkan perang. Mereka merebut
wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda dan berhasil membantai dua garnisun
Belanda. Tentunya pihak Belanda tidak tinggal diam, segera melancarkan serangan
balasan.
Pada tahun 1825, pasukan Belanda berhasil memukul pasukan Bone.
Penaklukan yang terakhir dan menentukan kekalahan Bone, baru terjadi pada tahun
1908. Bone harus menandatangani Perjanjian Pendek atau plakat pendek (Korte
Verklaring).
d
. Perang Diponegoro (1825 – 1830)
Pada saat sebelum Perang Diponegoro meletus, terjadi kekalutan
di Istana Yogyakarta. Ketegangan mulai timbul ketika Sultan Hamengku Buwono II
memecat dan menggeser pegawai istana dan bupati-bupati yang dahulu dipilih oleh
Sultan Hamengku Buwono I.
Kekacauan dalam istana semakin besar ketika mulai ada campur
tangan Belanda. Tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Belanda menimbulkan kebencian
rakyat. Kondisi ini memuncak menjadi perlawanan menentang Belanda. Berikut
ini sebab-sebab umum perlawanan Diponegoro.
1. Kekuasaan Raja
Mataram semakin lemah, wilayahnya dipecah-pecah.
2. Belanda ikut
campur tangan dalam urusan pemerintahan dan pengangkatan raja pengganti.
3. Kaum bangsawan
sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil alih
oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.
|
|
4. Adat istiadat
keraton menjadi rusak dan kehidupan beragama menjadi merosot.
5. Penderitaan
rakyat yang berkepanjangan sebagai akibat dari berbagai macam pajak, seperti
pajak hasil bumi, pajak jembatan, pajak jalan, pajak pasar, pajak ternak, pajak
dagangan, pajak kepala, dan pajak tanah.
Hal yang menjadi sebab utama perlawanan Pangeran Diponegoro
adalah adanya rencana
pembuatan jalan
yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Dalam perang
tersebut, Pangeran Diponegoro mendapatkan dukungan dari rakyat Tegalrejo, dan
dibantu Kyai Mojo, Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, dan Pangeran
Dipokusumo. Pada tanggal 20 Juli 1825, Belanda bersama Patih Danurejo IV
mengadakan serangan ke Tegalrejo. Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya
menyingkir ke Selarong, sebuah perbukitan di Selatan Yogyakarta. Selarong
dijadikan markas untuk menyusun kekuatan dan strategi penyerangan secara
gerilya. Agar tidak
mudah diketahui oleh pihak Belanda, tempat markas berpindah-pindah, dari
Selarong ke Plered kemudian ke Dekso dan ke Pengasih. Perang Diponegoro
menggunakan siasat perang gerilya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Berbagai upaya untuk mematahkan perlawanan Pangeran Diponegoro
telah dilakukan Belanda, namun masih gagal. Siasat Benteng stelsel (sistem
Benteng) yang banyak menguras biaya diterapkan juga. Namun sistem benteng ini
juga kurang efektif untuk mematahkan perlawanan Diponegoro. Jenderal De Kock
akhirnya menggunakan siasat tipu muslihat melalui perundingan. Pada tanggal 28 Maret
1830, Pangeran Diponegoro bersedia hadir untuk berunding di rumah Residen Kedu
di Magelang. Dalam perundingan tersebut, Pangeran Diponegoro ditangkap dan
ditawan di Semarang dan dipindah ke Batavia. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei
1830 dipindah lagi ke Manado. Pada tahun 1834 pengasingannya dipindah lagi ke
Makassar sampai meninggal dunia pada usia 70 tahun tepatnya tanggal 8 Januari
1855.
e.
Perang Bali (1844)
Pada tahun 1844, sebuah kapal dagang Belanda kandas di daerah
Prancak (daerah Jembara), yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Buleleng.
Kerajaan-kerajaan di Bali termasuk Buleleng pada saat itu memberlakukan hak
tawan karang. Dengan demikian, kapal dagang Belanda tersebut menjadi hak
Kerajaan Buleleng. Pemerintah kolonial Belanda memprotes Raja Buleleng yang
dianggap merampas kapal Belanda, namun tidak dihiraukan. Insiden inilahyang memicu pecahnya Perang Bali, atau
dikenal juga dengan nama Perang
Jagaraga.
Belanda melakukan penyerangan terhadap Pulau Bali pada tahun
1846. Yang menjadi sasaran pertama dan utama adalah Kerajaan Buleleng. Patih
I Gusti Ktut Jelantik beserta pasukan menghadapi serbuan Belanda dengan
gigih. Pertempuran yang begitu heroik terjadi di Jagaraga yang merupakan
salah satu benteng
|
|
pertahanan Bali.
Belanda melakukan serangan mendadak terhadap pasukan Bali di benteng Jagaraga.
Dalam pertempuran tersebut, pasukan Bali tidak dapat menghalau pasukan musuh.
Akhirnya pasukan I Gusti Ktut Jelantik terdesak dan mengundurkan diri ke daerah
luar benteng Jagaraga.
Waktu benteng Jagaraga jatuh ke pihak Belanda, pasukan Belanda
dipimpin oleh Jenderal Mayor A.V. Michiels dan sebagai wakilnya adalah
van Swieten. Raja Buleleng dan patih dapat meloloskan diri dari kepungan
pasukan Belanda menuju Karangasem. Setelah Buleleng secara keseluruhan dapat
dikuasai, Belanda kemudian berusaha menaklukkan kerajaan-kerajaan lainnya di
Pulau Bali. Ternyata perlawanan sengit dari rakyat setempat membuat pihak
Belanda cukup kewalahan. Perang puputan pecah di mana-mana, seperti Perang
Puputan Kusamba (1849), Perang Puputan Badung (1906), dan Perang Puputan
Klungkung (1908).
f.
Perang Banjar (1859 – 1905)
Campur tangan pemerintah Belanda dalam urusan pergantian kekuasaan
di Banjar merupakan biang perpecahan. Sewaktu Sultan Adam Al Wasikbillah
menduduki tahta kerajaan Banjar (1825 – 1857), putra mahkota yang bernama
Sultan Muda Abdurrakhman meninggal dunia. Dengan demikian calon berikutnya
adalah putra Sultan Muda Abdurrakhman atau cucu Sultan Adam. Yang menjadi
masalah adalah cucu Sultan Adam dari putra mahkota ada dua orang, yaitu Pangeran
Hidayatullah dan Pangeran Tamjid.
Sultan Adam cenderung untuk memilih Pangeran Hidayatullah.
Alasannya memiliki perangai yang baik, taat beragama, luas pengetahuan, dan
disukai rakyat. Sebaliknya Pangeran Tamjid kelakuannya kurang terpuji, kurang
taat beragama dan bergaya hidup kebarat-baratan meniru orang Belanda.
Pangeran Tamjid inilah yang dekat dengan Belanda dan dijagokan oleh Belanda.
Belanda menekan Sultan Adam dan mengancam supaya mengangkat Pangeran Tamjid.
Di mana-mana timbul suara ketidakpuasan masyarakat terhadap
Sultan Tamjidillah II (gelar Sultan Tamjid setelah naik tahta) dan kebencian
rakyat terhadap Belanda. Kebencian rakyat lama-lama berubah menjadi bentuk
perlawanan yang terjadi di mana-mana. Perlawanan tersebut dipimpin oleh seorang
figur yang didambakan rakyat, yaitu Pangeran Antasari.
|
|
Pangeran Hidayatullah secara terang-terangan menyatakan memihak
kepada Pangeran Antasari. Bentuk perlawanan rakyat terhadap Belanda mulai
berkobar sekitar tahun 1859. Pangeran Antasari juga diperkuat oleh Kyai Demang
Lehman, Haji Nasrun, Haji Buyasin, dan Kyai Langlang. Penyerangan diarahkan
pada pospos tentara milik Belanda dan pos-pos missi Nasrani. Benteng Belanda di
Tabania berhasil direbut dan dikuasai. Tidak lama kemudian datang bantuan
tentara Belanda dari Jawa yang dipimpin oleh Verspick, berhasil membalik
keadaan setelah terjadi pertempuran sengit.
Akibat musuh terlalu kuat, beberapa orang pemimpin perlawanan
ditangkap. Pangeran Hidayatullah ditawan oleh Belanda pada tanggal 3 Maret 1862,
dan diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran
Antasari wafat. Sepeninggal Pangeran Antasari, para pemimpin rakyat mufakat sebagai
penggantinya adalah Gusti Mohammad Seman, putra Pangeran Antasari.
g.
Perang Aceh (1873 – 1904)
Penandatanganan Traktat Sumatra antara Inggris dan Belanda pada
tahun 1871 membuka kesempatan kepada Belanda untuk mulai melakukan intervensi ke
Kerajaan Aceh. Belanda menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh karena Kerajaan
Aceh menolak dengan keras untuk mengakui kedaulatan Belanda.
Kontak pertama terjadi antara pasukan Aceh dengan sebagian
tentara Belanda yang mulai mendarat. Pertempuran itu memaksa pasukan Aceh
mengundurkan diri ke kawasan Masjid Raya. Pasukan Aceh tidak semata-mata mundur
tapi juga sempat memberi perlawanan sehingga Mayor Jenderal Kohler sendiri
tewas. Dengan demikian, Masjid Raya dapat direbut kembali oleh pasukan Aceh.
Daerah-daerah di kawasan Aceh bangkit melakukan perlawanan. Para
pemimpin Aceh yang diperhitungkan Belanda adalah Cut Nya’Din, Teuku Umar,
Tengku Cik Di Tiro, Teuku Ci’ Bugas, Habib Abdurrahman, dan Cut Mutia.
|
|
Belanda mencoba menerapkan siasat konsentrasi stelsel yaitu
sistem garis pemusatan di mana Belanda memusatkan pasukannya di benteng-benteng
sekitar kota termasuk Kutaraja. Belanda tidak melakukan serangan ke daerah-daerah
tetapi cukup mempertahankan kota dan pos-pos sekitarnya. Namun, siasat ini
tetap tidak berhasil mematahkan perlawanan rakyat Aceh.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan Belanda berpikir keras
untuk menemukan siasat baru. Untuk itu, Belanda memerintahkan Dr. Snouck Hurgronje
yang paham tentang agama Islam untuk mengadakan penelitian tentang kehidupan
masyarakat Aceh. Dr. Snouck Hurgronje memberi saran dan masukan kepada
pemerintah Hindia Belanda mengenai hasil penyelidikannya terhadap masyarakat
Aceh yang ditulis dengan judul De Atjehers. Berdasarkan kesimpulan Dr.
Snouck Hurgronje pemerintah Hindia Belanda memperoleh petunjuk bahwa untuk
menaklukkan Aceh harus dengan siasat kekerasan.
Pada tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan
dengan mengadakan serangan besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman.
Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh van Heutz. Tanpa mengenal
perikemanusiaan, pasukan Belanda membinasakan semua penduduk daerah yang
menjadi targetnya. Satu per satu pemimpin para pemimpin perlawanan rakyat Aceh
menyerah dan terbunuh. Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh, Teuku Umar
gugur.
Jatuhnya Benteng Kuto Reh pada tahun 1904, memaksa Aceh harus menandatangani
Plakat pendek atau Perjanjian Singkat (Korte Verklaring). Biar
pun secara resmi pemerintah Hindia Belanda menyatakan Perang Aceh berakhir pada
tahun 1904, dalam kenyataannya tidak. Perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung
sampai tahun 1912. Bahkan di beberapa daerah tertentu di Aceh masih muncul
perlawanan sampai menjelang Perang Dunia II tahun 1939.
h.
Perang Tapanuli (1878 – 1907)
Pada tahun 1878 Belanda mulai dengan gerakan militernya menyerang
daerah Tapanuli, sehingga meletus Perang Tapanuli dari tahun 1878 sampai tahun
1907. Berikut ini sebab-sebab terjadinya Perang Batak atau Perang Tapanuli.
1) Raja Si
Singamangaraja XII menentang dan menolak daerah kekuasaannya di Tapanuli
Selatan dikuasai Belanda.
2) Belanda ingin
mewujudkan Pax Netherlandica (menguasai seluruh Hindia Belanda).
Pada masa pemerintahan Si Singamangaraja XII, kekuasaan kolonial
Belanda mulai memasuki daerah Tapanuli. Belanda ingin mewujudkan Pax
Netherlandica yang dilakukan dengan
berlindung di
balik kegiatan zending yang mengembangkan agama Kristen. Belanda menempatkan
pasukannya di Tarutung dengan dalih melindungi penyebar agama Kristen. Si Singamangaraja
XII tidak menentang usaha-usaha mengembangkan agama Kristen tetapi ia tidak
bisa menerima tertanamnya kekuasaan Belanda di wilayah kekuasaannya.
Menghadapi perluasan wilayah pendudukan yang dilakukan oleh
Belanda, pada bulan Februari 1878 Si Singamangaraja XII melancarkan serangan
terhadap pos pasukan Belanda di BahalBatu, dekat Tarutung
|
|
(Tapanuli Utara). Pertempuran merebak sampai
ke daerah Buntur, Bahal Batu, Balige, Si Borang-Borang, dan Lumban Julu. Dengan
gigih rakyat setempat berjuang saling bahu membahu berlangsung sampai sekitar 7
tahun. Tetapi, karena kekurangan senjata pasukan Si Singamangaraja XII semakin
lama semakin terdesak. Bahkan terpaksa ditinggalkan dan perjuangan dilanjutkan
ke tempat lain.
Dalam keadaan yang lemah, Si Singamangaraja XII bersama putra-putra
dan pengikutnya mengadakan perlawanan. Dalam perlawanan ini, Si Singamangaraja,
dan seorang putrinya, Lapian serta dua putranya, Sultan Nagari dan Patuan
Anggi, gugur. Dengan gugurnya Si Singamangaraja XII, maka seluruh daerah Batak
jatuh ke tangan Belanda.
i
. Perlawanan Rakyat
Menjelang tahun 1900, golongan feodal yaitu raja dan bangsawan
sudah tidak berdaya lagi atas daerahnya. Sepenuhnyadikuasai dan tunduk kepada
pemerintah Belanda. Walaupun demikian, tiap-tiap daerah selalu terjadi
huru-hara. Perlawanan rakyat bersifat lokal.
Perlawanan rakyat ini pada umumnya bertujuan untuk menentang
pemungutan pajak yang berat serta menentang bentuk penindasan lainnya. Sebagai
contoh adalah peristiwa pemberontakan Petani Banten yang terjadi pada tanggal 9
Juli 1888 atau dikenal juga dengan Perang Wasid. Sebab meletusnya pemberontakan
adalah penolakan terhadap segala macam modernisasi, system birokrasi, keuangan,
pendidikan, kesehatan dan lain-lain yang dianggap menyalahi tradisi. Telah
berkali-kali rakyat melakukan protes terhadap penarikan pajak terutama pajak
kepala dan pajak pasar.
Peristiwa senada yang mengawali sebelum pecah peristiwa Cilegon
1888 adalah Peristiwa Ciomas yang terjadi tahun 1886. Sebab utamanya adalah
pemerasan dari tuan tanah terhadap tenaga para petani. Mereka tidak hanya wajib
menanam kopi tetapi juga mengerjakan bermacam-macam pelayanan. Hal ini membuat
munculnya gejolak sebagai wujud protes terhadap kesewenang-wenangan tuan tanah.
Kasus lain terjadi di Gedangan pada tahun 1904. Ini merupakan contoh
konflik antara petani pemilik dan penggarap sawah dengan pengusaha perkebunan
tebu. Untuk keperluan penanaman tebu, padi yang tumbuh dengan suburnya
diperintahkan untuk dicabut. Perubahan status tanah yang mengancam sumber
penghidupan, membangkitkan kemarahan para petani.
Persebaran Agama Kristiani, Islam, dan Agama Lain di
Indonesia pada Masa Kolonial
1.
Masa Pendudukan Portugis dan Spanyol
Masuknya agama Kristen Katolik ke Indonesia seiring dengan masuknya
bangsa Spanyol dan Portugis ke Indonesia. Agama Katolik masuk ke Maluku
dirintis oleh saudagar Portugis bernama Gonzalo Veloso dan seorang pastor
bernama Simon Vas. Persebaran agama Kristen Katolik dilakukan oleh sebuah
lembaga yang dinamakan missi, yang berpusat di Vatikan, Roma. Perkembangan
agama Katolik menunjukkan kemajuan yang pesat sejak rohaniwan Portugis yang
bernama Fransiscus Xavierius dan Ignatius Loyola melakukan kegiatan keagamaan
di tengah-tengah masyarakat Ambon, Ternate, dan Morotai antara tahun 1546 -
1547.
2.
Masa Pendudukan Belanda dan Inggris
Kehadiran Belanda di Indonesia mengubah peta pengkristenan di
beberapa daerah di Indonesia. Belanda adalah penganut Protestan yang beraliran Calvinis.
Di Maluku sebagian besar penduduk yang telah beragama Katolik berganti menjadi Calvinis.
VOC melarang missi Katolik melakukan kegiatan keagamaan. Kegiatan penyebaran
agama Kristen Protestan dilakukan oleh zending. Tokoh-tokoh zending Belanda di
Indonesia antara lain Dr. Nomensen, Sebastian Dan Chaerts, dan Hernius.
Kegiatan zending Belanda yang ada di Indonesia antara lain:
a. mendirikan Nederlandsch
Zendeling Genootschap (NZG) yaitu perkumpulan yang berusaha menyebarkan
agama Kristen Protestan, dan
b. mendirikan
sekolah-sekolah yang menitikberatkan pada upaya-upaya penyebaran ajaran Kristen
Protestan.
Memasuki abad ke-19, penyebaran agama Kristiani semakin meluas
ke berbagai wilayah di Indonesia. Kelompok missionaris dan zending dari gereja
reformasi Eropa maupun Amerika mulai berdatangan. Pada masa pendudukan Inggris
tahun 1814, kelompok rohaniwan yang terhimpun dalam NZG (Nederlandsche Zendeling
Genootschap) dari Belanda, didukung oleh kelompok LMS (London Missionary
Society), memulai aktivitas keagamaan mereka, terutama ditujukan kepada
penduduk lokal.
Berbagai organisasi missi dan zending di daerah mulai bekerja
secara otonomi, seperti:
a. Ordo Herlege
Hart (Hati Suci), bertanggung jawab penuh atas wilayah Papua,
b. Societeit van
het Goddelijk Woord (Serikat Sabda Allah), bertanggung jawab di kawasan
Flores dan Timor, dan
c. Kelompok Kapusin,
bertanggung jawab di kawasan Sumatra dan Kalimantan.
Menurut peraturan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1854, zending dan missionaris Kristiani harus memiliki izin khusus
dari Gubernur Jenderal untuk melakukan kegiatan ‘dakwah’. Seiring dengan
peraturan itu, daerah Banten, Aceh, Sumatra Barat, dan Bali tertutup untuk
kegiatan missi Kristen apa pun. Dengan demikian, penduduk muslim yang berada di
Banten, Aceh, dan Sumatra Barat tidak terusik oleh kegiatan missi. Wilayah
Ambon dan sekitarnya oleh pihak pemerintah kolonial menjadi hak eksklusif para zending.
Daerah Batak juga menjadi wilayah eksklusif bagi kegiatan para zending tahun
1807.
Salah satu fenomena yang menarik dari perkembangan agama Nasrani
di Indonesia adalah munculnya gereja-gereja lokal. Jika sebelumnya sebagian
besar pemeluk agama Kristiani di Jawa terdiri dari penduduk perkotaan, di bawah
gereja-gereja lokal berkembang komunitas Kristiani di
daerah pedesaan.
Pertemuan ajaran Kristiani Eropa dengan unsur-unsur lokal di Jawa kemudian
menghasilkan gereja-gereja lokal seperti Pasumahan Kristen Jawa Merdika (PKJM),
Gereja Kristen Jawa (GKJ), Gereja Kristen Sunda (GKS), dan Gereja Kristen Jawi
Wetan (GKJW). Salah satu tokoh yang terkenal dari gereja lokal adalah Kiai
Sadrach Surapranata. Di pulau-pulau lain selain Jawa di Indonesia juga terdapat
beberapa gereja lokal. Hal ini dapat ditemukan di kalangan masyarakat Batak (
Sumatra Utara ) dan Minahasa (Sulawesi Utara).
3.
Persebaran Agama Islam dan Agama Lainnya pada Masa Kolonial
Di subbab depan telah dikemukakan, bahwa pemerintah Hindia
Belanda memberi izin khusus di daerah-daerah tertentu untuk persebaran agama
Kristiani. Daerah penyebaran Kristiani dilakukan di daerah-daerah yang belum
terkena pengaruh agama Hindu Buddha maupun Islam. Misalnya wilayah Ambon,
Batak, Papua, dan Sulawesi Utara.
Terhadap daerah-daerah yang menjadi basis agama lain, pemerintah
kolonial menyatakan tertutup untuk Kristenisasi. Misalnya daerah Banten, Aceh,
dan Sumatra Barat yang merupakan basis agama Islam. Bali menjadi basis agama
Hindu. Dengan demikian perkembangan agama lain tidak terdesak oleh
Kristenisasi. Masyarakat di daerah-daerah tersebut leluasa dalam menjalankan kegiatannya.
Kepercayaan yang mereka pegang teguh sejak sebelum kedatangan bangsa Eropa
tetap eksis.
UJI KOMPETENSI
A. Pilihlah jawaban
yang paling tepat!
1. Pulau yang
dikenal bangsa Barat sebagai spicy island adalah ... .
a. India c.
Maluku
b. Malaka d.
Jawa
2. Perhatikan
nama-nama penjelajah samudra berikut!
1) Juan Sebastian del Cano 4)
Sir Francis Drake
2) Ferdinand Magelhaens 5)
Alfonso d’Albuquerque
3) Christopher Columbus 6)
Cornelis de Houtman
Penjelajah samudra yang berhasil sampai di Indonesia ditunjukkan
dengan nomor ... .
a. 1, 3, 5 c.
2, 4, 6
b. 1, 4, 5 d.
4, 5, 6
3. Salah satu
faktor yang mendorong bangsa Barat menjelajah samudra pada abad ke-16 adalah
semangat glory, yaitu ... .
a. semangat pembalasan sebagai tindak lanjut Perang Salib
b. semangat menyebarkan agama Nasrani
c. semangat memperoleh kejayaan dan wilayah jajahan
d. semangat untuk mencari kekayaan
4. Alasan VOC
memindahkan kantor dagangnya dari Ambon ke Batavia adalah ... .
a. persediaan rempah-rempah di Maluku semakin menipis
b. banyaknya pedagang gelap merajalela
c. letak Batavia lebih strategis untuk mengembangkan kekuasaannya
d. VOC gagal menerapkan monopoli perdagangan di Maluku
5. Daendels dikenal
sebagai jenderal bertangan besi sebab ... .
a. arah kebijakannya difokuskan untuk membangun angkatan perang
b. banyak membangun pabrik senjata dan mesin
c. memerintah dengan keras dan kejam
d. tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat
6. Tugas utama yang
diemban Daendels di Indonesia adalah ... .
a. mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris
b. membuat jalan pos dari Anyer sampai Panarukan
c. membangun pelabuhan di Anyer dan Ujung Kulon
d. membangun ketentaraan, benteng, dan pabrik senjata
7. Pemerintah
Raffles di Indonesia sedikit banyak memberikan perubahan kepada bangsa
Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut, kecuali ... .
a. memberlakukan sistem pajak tanah
b. menghapuskan kerja rodi dan perbudakan
c. menerapkan kebebasan dan kepastian hukum
d. melanjutkan sistem penyerahan wajib
8. Penerapan
politik pintu terbuka membuat rakyat Indonesia bertambah sengsara karena ... .
a. pihak swasta yang ada di Indonesia tetap mengutamakan mencari
keuntungan
b. pemerintah memberlakukan berbagai macam pajak
c. rakyat dituntut menjual hasil panennya hanya kepada pihak
swasta
d. kebijakan yang
dikeluarkan pihak swasta lebih keras daripada pemerintah kolonial Hindia
Belanda
9. Kebijakan sistem
sewa tanah yang diterapkan oleh Raffles mengalami kegagalan yang disebabkan
oleh faktor-faktor berikut, kecuali ... .
a. masyarakat pedesaan belum mengenal sistem uang
b. sulit menentukan besar kecilnya pajak
c. terbatasnya jumlah pegawai
d. masyarakat lebih suka dengan sistem penyerahan wajib
10. Alasan yang
menjadi faktor kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia adalah ... .
a. kebijakan-kebijakan yang diterapkan Inggris tidak sesuai
dengan keadaan di Indonesia
b. ditandatanganinya Konvensi London 1814 antara Inggris dan
Belanda
c. kekalahan Belanda dalam Perang Koalisi di Eropa
d. rakyat lebih menghendaki di bawah pemerintahan Belanda
11. Pada awalnya,
Ternate bekerja sama dengan Portugis. Namun kemudian berbalik memusuhinya
dengan alasan ... .
a. Portugis mengadakan kerja sama dengan Spanyol
b. Portugis bersikap licik dengan membunuh Sultan Hairun
c. Ternate mendapat tambahan dukungan dari Spanyol
d. kontrak kerja sama Ternate dan Portugis telah berakhir
12. Kapitan
Pattimura dengan gagah berani mengadakan perlawanan untuk mengusir Belanda dari
tanah Saparua dibantu oleh ... .
a. Anthonie Rheebok, Thomas Matulessy, Said Printah
b. Anthonie Rheebok, Panglima Polim, Christina Martha Tiahahu
c. Christina Martha Tiahahu, Cut Nya’ Din, Cut Mutia
d. Philip Latumahina, Anthonie Rheebok, Said Printah
13. Karena upaya
untuk mematahkan perlawanan rakyat Aceh selalu mengalami kegagalan, maka
Belanda menggunakan cara ... .
a. memerintahkan Snouck Hurgronje untuk meneliti masyarakat Aceh
b. mendirikan benteng-benteng pertahanan yang kuat
c. mengajak sultan-sultan Aceh untuk berdamai
d. mengadu domba bangsawan dan rakyat Aceh
14. Adipati Unus
mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor karena ... .
a. memerintah di kawasan pesisir Utara
b. memimpin armada Demak menyerang VOC di Maluku
c. menyeberangi Laut Jawa untuk ekspansi ke wilayah Sumatra
d. memimpin armada Demak menyerang Portugis di Malaka
15. Berikut ini
yang bukan merupakan tujuan Belanda menerapkan sistem benteng stelsel
dalam menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro adalah ... .
a. agar pasukan Pangeran Diponegoro teradu domba
b. agar pasukan Pangeran Diponegoro terpecah belah
c. agar pasukan Pangeran Diponegoro ruang geraknya terbatas
d. agar pasukan Pangeran Diponegoro kesulitan mendapat bantuan
16. Bukti yang
mendukung bahwa penjelajahan samudra dilandasi semangat gospel yaitu ...
.
a. dalam setiap pelayaran selalu dilepas dengan upacara misa
b. awak kapal sebagian besar beragama Nasrani
c. selalu membawa missionaris dalam setiap pelayaran
d. ingin mengumpulkan emas untuk disumbangkan kepada gereja
17. Pemicu
terjadinya Perang Bali adalah adanya Hak Tawan Karang, yaitu ... .
a. hak untuk mendapat kekayaan alam laut
b. hak menyita barang dari kapal yang terdampar
c. hak mendapat upeti dari kapal yang singgah
d. hak menyita barang rampasan perang
18. Pada masa
pendudukan Belanda, agama yang dikembangkan di Indonesia adalah ... .
a. Katolik c.
Protestan
b. Katolik orde Jesuit d.
Protestan aliran Calvinis
19. Pada masa
kolonial Belanda, agama Katolik tidak dapat berkembang karena... .
a. VOC melarang missi Katolik melakukan kegiatan keagamaan
b. sebagian besar penduduk beralih ke agama yang semula mereka
anut
c. para missionaris tidak memiliki kemauan untuk menyebarkan
agama di Indonesia
d. penyebaran agama dilakukan dengan kekerasan
20. Wilayah
ekslusif kegiatan para zending pada masa kolonial Belanda adalah... .
a. Ambon, Sulawesi Utara, Batak
b. Jawa, Kalimantan, Papua
c. Sumatra, Papua, Bali
d. Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, Papua
B. Kerjakan
soal-soal berikut!
1. Kemukakan
pendapat kalian, mengapa teori heliosentris dari Copernicus mendorong
penjelajahan samudra?
2. Bagaimanakah
pengaruh Kapitulasi Tuntang tahun 1811 terhadap kehidupan kolonial di
Indonesia?
3. Sebutkan kebijakan-kebijakan
VOC saat berkuasa di Indonesia!
4. Jelaskan alasan
Napoleon Bonaparte mencopot Daendels sebagai Gubernur Jenderal Belanda di
Indonesia!
5. Bagaimanakah
perbedaan pengaruh kolonial Belanda antara Pulau Jawa dengan pulau lainnya?
6. Apakah alasan
Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka?
7. Sebutkan
sebab-sebab umum yang mendorong terjadinya Perang Diponegoro!
8. Mengapa
Perjanjian Bongaya dianggap sangat merugikan Makassar
9. Jelaskan faktor
yang melatarbelakangi pecahnya Pemberontakan Petani Banten tahun 1888!
10. Uraikan dengan
singkat perkembangan agama Nasrani pada masa kolonialisme Barat di Indonesia!
Bandingkan dengan perkembangan pada masa sekarang!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar di atas caranya
1. Masukkan Komentar anda di kolom komentar
2. Pada Kotak "Beri Komentar sebagai" pilih akun yang ada pada pilihan.
3. klik publikasikan.
5. isi code capta
6. tekan enter atau publikasikan.
Anda di perbolehkan berkomentar dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Komentar jangan mengandung SARA dan PORNO
2. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.
3. Tidak Boleh SPAM
4. Jangan meninggalkan Link aktif pada komentar. Komentar dengan Link Aktif akan dihapus.
5. Berkomentarlah sesuai dengan topik artikel