BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring
dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan
hasil yang positif diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang
kesehatan khususnya kedokteran dan keperawatan, sehingga dapat meningkatkan
kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan usia harapan hidup.
Diseluruh
dunia ± 500 juta lanjut usia (lansia) dengan umur rata-rata 60 tahun dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Sedangkan menurut Badan
kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020
mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya
tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia (Badan Pusat
Statistik (BPS)).
Bertambahnya
lansia di Indonesia sebagai dampak keberhasilan pembangunan, menyebabkan
meningkatnya permasalahan pada kelompok lansia yang perjalanan hidupnya secara
alami akan mengalami masa tua dengan segala keterbatasannya terutama dalam
masalah kesehatan. Hal tersebut diperkuat lagi dengan kenyataan, bahwa kelompok
lansia lebih banyak menderita penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan
dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Keadaan tersebut masih ditambah lagi
bahwa lansia biasanya menderita berbagai macam gangguan fisiologi yang bersifat
kronik, juga secara biologik, psikis, sosial ekonomi, akan mengalami kemunduran
(Brunner & Suddart, 2001).
Perubahan
ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatannya.
Oleh karena itu, kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap
memelihara dan meningkatkan agar selama mungkin bisa hidup secara produktif
sesuai kemampuannya. Pada lansia pekerjaan yang memerlukan tenaga sudah tidak
cocok lagi, lansia harus beralih pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan
otak dari pada otot, kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari (Activity Daily
Living/ ADL) juga sudah mengalami penurunan.
Aktifitas
sehari-hari yang harus dilakukan oleh lansia ada lima macam diantaranya makan,
mandi, berpakaian, mobilitas dan toieting (Brunner & Suddart, 2001). Untuk
memenuhi kebutuhan lansia diperlukan pengetahuan atau kognitif dan sikap yang
dapat mempengaruhi perilaku lansia dalam kemandirian pemenuhan kebutuhan ADL.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang, semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin
baik kemampuannya terutama kemampuannya dalam pemenuhan kebutuhan ADL. Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek sehingga orang bisa menerima, merespon, menghargai,
bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ADL. Sikap belum tentu terwujud
dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya perilaku perlu faktor lain antara yaitu
fasilitas atau sarana dan prasarana. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku itu terbentuk
di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni faktor dari luar diri
seseorang (faktor eksternal) dan faktor dari dalam diri seseorang yang
bersangkutan (faktor internal). Oleh karena itu perilaku manusia sangat
bersifat kompleks yang saling mempengaruhi dan menghasilkan bentuk perilaku
pemenuhan kebutuhan ADL pada lansia. Setiap insan manusia merupakan makhluk
hidup yang unik yang tidak bisa sama atau ditiru satu sama lain, akan tetapi
mempunyai satu persamaan pada berbagai kebutuhan yang berdasarkan pada hirarki
Maslow.
Pada
saat ini lansia kurang sekali mendapatkan perhatian serius ditengah keluarga
dan masyarakat terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari/
ADL. Hal ini disebabkan karena lansia
mempunyai keterbatasan waktu, dana, tenaga dan kemampuan untuk merawat
diri. sedangkan keluarga tidak mampu
untuk membantu lansia. Maka rumah jompo atau panti sosial dapat menjadi pilihan
mereka.
Panti
sosial atau panti werdha adalah suatu institusi hunian bersama dari para lanjut
usia yang secara fisik dan kesehatan masih mandiri dimana kebutuhan harian dari
para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti (Darmodjo & Martono,
1999). Sedangkan menurut Jhon (2008), panti werdha adalah tempat dimana
berkumpulnya orang – orang lansia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan
oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya. Tempat ini ada yang
dikelola oleh pemerintah dan ada yang dikelola oleh swasta. Dirumah jompo para
lansia akan menemukan banyak teman sehingga diantara mereka saling membantu,
saling memberikan dukungan dan juga saling memberikan perhatian khususnya dalam
pemenuhan kebutuhan ADL.
B. Manfaat
Manfaat
Mempertahankan Activity Of Daily Living (ADL) Pada Lansia dapat dirasakan
secara fisiologis, psikologis dan sosial.
1.
Manfaat fisiologis
a. Dampak
langsung dapat membantu:
1) Mengatur
kadar gula darah
2) Merangsang
adrenalin dan noradrenalin
3) Peningkatan
kualitas dan kuantitas tidur
b. Dampak
jangka panjang dapat meningkatkan:
1) Daya
tahan aerobik/kardiovaskuler
2) Kekuatan
otot rangka
3) Kelenturan
4) Keseimbangan
dan koordinasi gerak sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan (jatuh)
5) Kelincahan
gerak
2.
Manfaat psikologis
a. Dampak
langsung dapat membantu:
1) Memberi
perasaan santai
2) Mengurangi
ketegangan dan kecemasan
3) Meningkatkan
perasaan senang
b. Dampak
jangka panjang dapat meningkatkan:
1) Kesegaran
jasmani dan rohani secara utuh
2) Kesehatan
jiwa
3) Fungsi
kognitif
4) Penampilan
dan fungsi motoric
5) Keterampilan
3.
Manfaat sosial
a. Dampak
langsung dapat membantu:
1) Pemberdayaan
usia lanjut
2) Peningkatan
intregitas sosial dan kultur
b. Dampak
jangka panjang meningkatkan:
1) Keterpaduan
2) Hubungan
kesetiakawanan social
3) Jaringan
kerja sama sosial budaya
4) Pertahanan
peranan dan pembentukan peran baru
5) Kegiatan
antargenerasi
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
A. Lansia
1.
Pengertian Lansia
Usia
lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.
Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini,
dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang
normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan
diri dengan kondisi lingkunganya ( Darmojo,
2004).
2.
Proses menua
Menurut
Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang
diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah
dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status
penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
Dengan
begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan
akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan stuktural yang disebut
sebagai penyakit degeneratif seperti,
hipertensi, aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan
kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti
strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (
Martono & Darmojo,edisi ke-3 2004).
3.
Batasan Lanjut Usia
Menurut
Organiai Kesehatan Dunia (WHO), Batasan lanut usia meliputi :
a. Usia
pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut
usia (elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut
usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia
sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun (Mubarak dkk, 2006).
4.
Teori Penuaan
Para
perencana dan pengambil keputusan menaruh perhatian pada aspek lanjut usia yang
sehat dan sakit-sakitan mengingat usia yang panjang, tetapi sakit-sakitan akan
menguras banyak sumber daya dan akan menggangu aktifitas sehari-hari lansia.
Dengan indeks aktifitas sehari-hari menurut Katz, dapat diprediksi berapa usia
harapan hidup aktif pada suatu masyarakat. Dari berbagai studi disimpulkan
bahwa dari status fungsional aktifitas sehari-hari terkait erat bukan hanya
dengan usia, tetapi juga dengan penyakit. Keterbatasan gerak merupakan penyebab
utama gangguan aktifitas hidup keseharian (activity of daily living – ADL) dan
IADL (ADL Instrumen) (Guraalnik, dkk dalam Tamher, 2009).
B.
ssj\
I.
Langkah-Langkah Mempertahankan Activity Of Daily Living (ADL) Pada Lansia
1. Latihan
kepala dan leher
a. Lihat
keatap kemudian menunduk sampai dagu ke dada
b. Putar
kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri
c. Miringkan
kepala ke bahu sebelah kanan lalu kesebelah kiri.
2. Latihan
bahu dan lengan
a. Angkat
kedua bahu ke atas mendekati telinga kemudian turunkan kembali perlahan-lahan
b. Tepukan
kedua telapak tangan dan renggangkan lengan kedepan lurus dengan bahu.
Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan bertepuk kemudian angkat lengan
keatas kepala.
c. Satu
tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian raihlah punggung sejauh
mungkin yang dapat dicapai. Bergantian tangan kanandan kiri.
d. Letakan
tangan di punggung kemudian coba meraih keatas sedapatnya.
3. Latihan
tangan
a. Letakan
telapak tangan diatas meja. Lebarkan jari-jarinya dan tekan ke meja
b. Baliklah
telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan telapak tangan untuk menyentuh
jari kelingking. Kemudian tarik kembali. Lanjutkan dengan menyentuh tiap-tiap
jari dengan ibu jari dan kemudian setelah menyentuh tiap jari.
c. Kepalkan
tangan sekuatnya kemudian renggangkan jari-jari selurus mungkin.
4. Latihan
punggung
a. Dengan
tangan disamping bengkokan badan kesatu sisi kemudian kesisi yang lain.
b. Letakan
tangan dipinggang dan tekan kedua kaki, putar tubuh dengan melihat bahu kekiri
dan kekanan..
c. Tepukan
kedua tangan dibelakang dan regangkan kedua bahu ke belakang.
5. Latihan
paha
a. Latihan
ini dapat dilakukan dengan berdiri tegak dan memegang sandaran kursi atau
dengan posisi tiduran.
b. Lipat
satu lutut sampai pada dada dimana kaki yang lain tetap lurus, dan tahan
beberapa waktu.
c. Duduklah
dengan kedua kaki lurus kedepan. Tekankan kedua lutut pada tempat tidur hingga
bagian belakang lutut menyentuh tempat tidur.
d. Pertahankan
kaki lurus tanpa membengkokan lutut, kemudian tarik telapak kaki kearah kita
dan regangkan kembali.
e. Tekuk
dan regangkan jari-jari kaki tanpa menggerakan lutut.
f. Pertahankan
lutut tetap lurus, putar telapak kaki kedalam sehingga permukaannya saling
bertemu kemudian kembali lagi.
g. Berdiri
dengan kaki lurus dan berpegangan pada bagian belakang kursi. Angkat tumit
tinggi-tinggi kemudian putarkan.
6. Latihan
pernafasan
a. Duduklah
di kursi dengan punggung bersandar dan bahu relaks. Letakkan kedua telapak
tangan pada tulang rusuk. Tarik nafas dalam-dalam maka terasa dada mengambang.
Sekarang keluarkan nafas perlahan-lahan sedapatnya. Terasa tangan akan menutup
kembali.
7. Latihan
muka
a. Kerutkan
muka sedapatnya kemudian tarik alis keatas
b. Tutup
mata kuat-kuat, kemudian buka lebar-lebar
c. Kembangkan
pipi keluar sebisanya. Kemudian isap kedalam
d. Tarik
bibir kebelakang sedapatnya, kemudian ciutkan dan bersiul
II.
Jenis Olah Raga / Latihan
Beberapa
contoh olah raga yang dapat dilakukan oleh usia lanjut dalam Mempertahankan Activity
Of Daily Living (ADL) Pada Lansia, antara lain :
a. Pekerjaan
Rumah dan Berkebun
Kegiatan ini dapat memberikan suatu
latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran jasmani, tetapi harus dilakukan
secara tepat, agar nafas sedikit lebih cepat, denyut jantung lebih cepat dan
otot menjadi lelah. Akan tetapi perlu selalu dikontrol terhadap peningkatan
denyut nadi jangan sampai melebihi batas maksimal.
b. Jalan
Kaki
Berjalan baik untuk meregangkan otot –
otot kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat, akan bermanfaat bagi daya
tahan tubuh. Bila anda memilih jenis ini sebaiknya dilakukan pada pagi hari
antara pukul 5 – 6, dikala udara masih bersih dan segar. Lokasi terbaik adalah
daerah perkebunan atau pegunungan yang jauh dari asap kendaraan bermotor,
pabrik yang menyebabkan polusi udara.
c. Berenang
Berenang akan melatih pergerakan seluruh
tubuh. Latihan ini lebih baik lagi untuk orang – orang yang mengalami kelemahan
otot atau kaku sendi, asalkan dilakukan secara teratur.
d. Lompat
Tali
Melompat tali mempunyai beberapa
keistimewaan (menggerakkan tali secara berirama menggerakkan tubuh bagian atas
lebih banyak daripada lari perlahan
III. Teknik dan Cara berlatih
Teknik
dan cara berlatih yang dilakukan untuk Mempertahankan Activity Of Daily Living
(ADL) Pada Lansia terbagi dalam tiga segmen seperti yang dijelaskan di bawah
ini:
1. Pemanasan
(warming up)
Gerakan umum (yang melibatkan
sebanyak-banyaknya otot dan sendi) dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan
dilakukan bersama dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.
Pada 5 menit terakhir pemanasan
dilakukan lebih cepat. Pemanasan dimaksud untuk mengurangi cedera dan
mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses
metabolisme yang meningkat.
2. Latihan
inti
Latihan inti bergantung pada komponen/faktor
yang dilatih. Gerakan senam dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik
yang disSesuaikan dengan gerakannya. Untuk lansia biasanya dilatih:
a. Daya
tahan (endurance);
b. Kardiopulmonal
dengan latihan-latihan yang bersifat aerobik;
c. Fleksibilitas
dengan peregangan;
d. Kekuatan
otot dengan latihan beban;
e. Komposisi
tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan latihan aerobik kombinasi
dengan latihan beban kekuatan.
3. Pendinginan
(cooling down)
Dilakukan secara aktif. Artinya, sehabis
latihan inti perlu dilakukan gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali
normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan terhentinya keringat.
Pendinginan dilakukan seperti pada pemanasan,yaitu selama 8-10 menit.
IV.
Olahraga/Latihan Fisik yang Membahayakan bagi Lansia
Olahraga
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tubuh, namun tidak semua olahraga baik
dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam gerakan yang dianggap membahayakan
saat berolahraga. Gerakan-gerakan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Sit-up dengan kaki lurus
Cara-cara sit-up yang dilakukan dengan kaki lurus dan lutut dipegang dapat
menyebabkan masalah padapunggung. Oleh karena sit-up cara klasik ini
menyebabkan otot liopsoas/fleksor pada punggung (otot yang melekat pada kolumna
vertebralis dan femur) menanggung semua beban. Otot ini merupakan otot terkuat
di daerah perut. Jika fleksor punggung ini digunakan, maka pinggul terangkat ke
depan dan otot-otot kecil pada punggung akan berkontraksi, sehingga punggung
kita akan melengkung. Jadi, latihan seperti ini akan menyebabkan pemendekan
otot punggung bagian bawah dan paha. Akhirnya menyebabkan pinggul terangkat ke
atas secara permanen dan lengkung lordosis menjadi lebih banyak, sehingga
menimbulkan masalah pada pinggang.
Tetapi bila kita membengkokkan lutut pada waktu latihan sit-up, otot-otot
fleksor panggul tidak bergerak. Dengan cara demikian, semua badan bertumpu pada
otot perut dan kecil kemungkinan terjadinya trauma pada pinggang bagian bawah.
2.
Meraih ibu jari kaki
Kadang-kadang untuk mengecilkan atau menguatkan perut diadakan latihan meraih
ibu jari kaki. Latihan-latihan ini selain tidak dapat mencaai ujuan, yaitu
mengecilkan perut, juga kurang baik karena dapat menyebabkan cedera. Sebetulnya
latihan-latihan meraih ibu jari kaki adalah latihan untuk menguatkan otot-otot
punggung bagian bawah.
Gerakan ini akan menyebabkan lutut menjadi hiperekstensi. Sebagai
konsekuensinya, tekanan yang cukup berat akan menimpa vertebra lumbalis yang
akhirnya menyebabkan keluhan-keluhan pada punggung bagian bawah. Kadang-kadang
hal ini dapat menyebabkan gangguan pada diskus invertebralis.
3.
Mengangkat kaki
Mengangkat kaki pada posisi tidur terlentang sampai kaki terangkat ± 15 cm dari
lantai, kemudian ditahan beberapa saat selama mungkin. Latihan ini tidak baik,
karena dapat menyebabkan rasa sakit pada punggung bagian bawah (low back pain)
dan menyebabkan terjadinya lordosis yang dapat menyebabkan gangguan pada
punggung.
Bahaya yang ditimbulkan ialah otot-otot perut tidak cukup kuat untuk menahan
kaki setinggi 15 cm dari lantai dalam waktu yang cukup lama dan kaki tidak
dapat menahan punggung bagian bawah. Akibatnya terjadi rotasi pelvis ke depan.
Rotasi ini menyebabkan gangguan dari punggung bagian bawah.
4.
Melengkungkan punggung
Gerakan hiperekstensi ini banyak dilakukan dengan tujuan meregangkan otot perut
agar otot perut menjadi lebih kuat. Hal ini kurang benar, karena dengan
melengkungkan punggung tidak akan menguatkan otot perut, melainkan melemahkan
persendian tulang punggung.
V. Hal-hal yang Perlu Mendapat
Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia
Hal-halyang
Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan
(fisik dan psikologis)
a. Siapkan
area yang adekuat.contoh: klien di kursi roda
b. Suasana
tenang dan tidak ribut/bising. Contoh: suara TV, radio
c. Nyaman
dan tidak panas
d. Gunakan
cahaya yang agak redup,hindari cahaya langsung
e. Tempatkan
pada posisi yang nyaman bila berganti posisi atau tanyakan apakah ingin di
tempat tidur
f. Sediakan
waktu yang cukup dan air minum
g. Privasi
harus dijaga
h. Perhitungkan
tingkat energi dan kemampuan klien
i.
Sabar, rileks, dan tidak terburu-buru.
Beri klien waktu untuk menjawab pertanyaan
j.
Perhatikan tanda-tanda kelelahan
(mengeluh, respons menjadi lambat, mengerut, dan tersinggung)
k. Rencanakan
apa yang akan dikaji
l.
Melakukan pengkajian pada saat energi
klien meningkat. Contoh: sehabis makan
2. Interviewer
(sikap perawat: perasaan, nilai, dan kepercayaan)
a. Mengetahui
mitos-mitos seputar lansia
b. Menjelaskan
tujuan wawancara
c. Menggunakan
berbagai teknik untuk mengimbangi kebutuhan pengumpulan data dengan kepentingan
klien
d. Mencatat
data harus seizin klien
e. Pada
awal interaksi perawat harus merencanakan bersama klien cara yang paling
efektif dan nyaman
f. Menggunakan
sentuhan
g. Sesuaikan
situasi dan kondisi wawancara
h. Bicara
tidak terlalu keras
3. Klien
a. Beberapa
kultur yang memengaruhi kemampuan klien untuk berpartisipasi sangat berarti
dalam wawancara.
b. Faktor-faktor
yang memengaruhi proses penuaan adalah hereditas, nutrisi, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan dan stres.
c. Perawat
harus menyadari faktor-faktor ini karena kemampuan lansia untuk
mengkomunikasikan semua informasi penting sangat ditentukan oleh kelengkapan
dan kesesuaian wawancara.
C.
Asuhan Keperawatan Pada
Lansia
Proses
keperawatan pada lansia meliputi hal-hal dibawah ini:
1.
Pengkajian
Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat dan sistematis.
Informasi yang dikumpulkan selama pengkajian harus dapat dipahami dan
didiskusikan dengan anggota tim, keluarga klien, dan pemberi pelayanan interdisipliner.
Tujuan
dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan kemampuan klien dalam
memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat rencana
keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi. Pengkajian ini
meliputi aspek fisik, psikis, sosial, dan spiritual dengan melakukan kegiatan
pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan (CGA:
comprehensive geriatric assessment).
Pengkajian
pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan keluarga sebagai
orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan lansia. Sedangkan
pengkajian pada kelompok lansia di panti ataupun di masyarakat dilakukan dengan
melibatkan penanggung jawab kelompok lansia, kultural, tokoh masyarakat, serta
petugas kesehatan.
Untuk
itu, format pengkajian yang digunakan adalah format pengkajian pada lansia yang
dikembangkan sesuai dengan keberadaan lansia. Format yang dikembangkan minimal
terdiri atas: data dasar (identitas, alamat, usia,
pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa); data biopsikososial, spiritual,
kultural; lingkungan; status fungsional; fasilitas penunjang kesehatan yang
ada; serta pemeriksaan fisik.
2.
Diagnosis Keperawatan
Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan diagnosis keperawatan.
Diagnosis keperawatan dapat berupa diagnosis keperawatan individu, diagnosis
keperawatan keluarga dengan lansia, ataupun diagnosis keperawatan pada
kelompok lansia.
Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain gangguan nutrisi: kurang/lebih;
gangguan persepsi sensorik; pendengaran, penglihatan; kurangnya perawatan diri;
intoleransi aktivitas;gangguan pola tidur; perubahan pola eliminasi; gangguan
mobilitas fisik; risiko cedera; isolasi sosial; menarik diri; harga diri
rendah; cemas; reaksi berduka; marah; serta penolakan terhadap proses penuaan.
Contoh
diagnosis keperawatan lansia dengan masalah keperawatan gangguan sensori
persepsi: penglihatan adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis
keperawatan pada lansia secara individu: gangguan sensori-persepsi: penglihatan
yang berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
b. Diagnosis
keperawatan pada keluarga dengan lansia: gangguan sensori persepsi: pada ibu S
di keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
lansia dengan katarak.
c. Diagnosis
keperawatan pada kelompok lansia di panti: risiko cedera pada kelompok lansia
di panti X yang berhubungan dengan penurunan penglihatan ditandai dengan 80%
lansia di panti X mengatakan tidak dapat melihat jauh, 20% lansia di panti X
pernah jatuh diselokan karena tidak melihat jalan dengan jelas, 80% lansia di
panti X tampak lensa matanya keruh.
3.
Rencana Keperawatan
Perawat
mengembangkan rencana pelayanan yang berhubungan dengan lansia dan hal-hal lain
yang berkaitan. Tujuan, prioritas, serta pendekatan keperawatan yang digunakan
dalam rencana perawatan termasuk didalamnya kepentingan terapeutik, promotif,
preventif, dan rehabilitatif.
Rencana
keperawatan membantu klien memperoleh dan mempertahankan kesehatan pada
tingkatan yang paling tinggi, kesejahteraan dan kualitas hidup dapat tercapai,
demikian juga halnya untuk menjelang kematian secara damai. Rencana dibuat
untuk keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tak terbatas, sesuai dengan
respons atau kebutuhan klien.
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana keperawatan.
a. Sesuaikan
dengan tujuan yang spesifik di mana diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar.
b. Libatkan
klien dan keluarga dalam perencanaan.
c. Kolaborasi
dengan profesi kesehatan yang terkait.
d. Tentukan
prioritas.klien mungkin sudah puas dengan kondisinya, bangkitkan perubahan
tetapi jangan dipaksakan, rasa aman dan nyaman adalah yang utama
e. Sediakan
waktu yang cukup untuk klien.
f. Dokumentasikan
rencana keperawatan yang telah dibuat.
4. Tindakan Keperawatan
Perawat melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan rencana perawatan yang telah dibuat. Perawat
memberikan pelayanan kesehatan untuk memelihara kemampuan fungsional lansia dan
mencegah komplikasi serta meningkatkan ketidakmampuan. Tindakan keperawatan
berdasarkan rencana keperawatan dari setiap diagnosis keperawatan yang telah
dibuat dengan didasarkan pada konsep asuhan keperawatan gerontik. Tindakan
keperawatan yang dilakukan pada lansia:
a.
Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya dengan cara memanggil nama
klien.
b.
Menyediakan penerangan yang cukup: cahaya matahari, ventilasi rumah,
hindarkan dari cahaya yang silau, penerangan di kamar mandi, dapur, dan ruangan
lain sepanjang waktu.
c.
Meningkatkan rangsangan pancaindra melalui buku-buku yang dicetak besar dan
berikan warna yang dapat dilihat.
d.
Mempertahankan dan melatih daya orientasi realita: kalender, jam,
foto-foto, serta banyaknya jumlah kunjungan.
e.
Memberikan perawatan sirkulasi: hindari pakaian yang sempit,
mengikat/menekan, mengubah posisi, dukung untuk melakukan aktivitas, serta
melakukan penggosokan pelan-pelan waktu mandi.
f.
Memberikan perawatan pernapasan dengan membersihkan hidung, melindungi dari
angin, dan meningkatkan aktivitas pernapasan dengan latihan napas dalam
(latihan batuk). Hati-hati dengan terapi oksigen, perhatikan tanda-tanda
gelisah, keringat berlebihan, gangguan penglihatan, kejang otot, dan hipotensi.
g.
Memberikan perawatan pada organ pencernaan: beri makan porsi kecil tapi
sering, beri makan yang menarik dan dalam keadaan hangat, sediakan makanan yang
disukai, makanan yang cukup cairan, banyak makan sayur dan buah, berikan
makanan yang tidak membentuk gas, serta sikap fowler waktu makan.
h.
Memberikan perawatan genitourinaria dengan mencegah inkontinensia dengan
menjelaskan dan memotivasiklien untuk BAK tiap 2 jam serta observasi jumlah
urine pada saat akan tidur. Untuk seksualitas, sediakan waktu untuk konsultasi.
i.
Memberikan perawatan kulit. Mandi: gunakan sabun yang mengandung lemak,
hindari menggosok kulit dengan keras, potong kuku tangan dan kaki, hindari
menggarukdengan keras, serta berikan pelembap (lotion) untuk kulit.
j.
Memberikan perawatan muskuloskeletal: bergerak dengan keterbatasan, ubah
posisi tiap 2 jam, cegah osteoporosis dengan latihan aktif/pasif, serta
anjurkan keluarga untuk membuat klien mandiri.
k.
Memberikan perawatan psikososial: jelaskan dan motivasi untuk sosialisasi,
bantu dalam memilih dan mengikuti aktivitas, fasilitasi pembicaraan, sentuhan
pada tangan untuk memelihara rasa percaya, berikan penghargaan, serta bersikap
empati.
l.
Memelihara keselamatan: usahakan agar pagar tempat tidur (pengaman) tetap
dipasang, posisi tempat tidur yang rendah, kamar dan lantai tidak berantakan
dan licin, cukup penerangan, bantu untuk berdiri, serta berikan penyangga pada
waktu berdiri bila diperlukan.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar di atas caranya
1. Masukkan Komentar anda di kolom komentar
2. Pada Kotak "Beri Komentar sebagai" pilih akun yang ada pada pilihan.
3. klik publikasikan.
5. isi code capta
6. tekan enter atau publikasikan.
Anda di perbolehkan berkomentar dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Komentar jangan mengandung SARA dan PORNO
2. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.
3. Tidak Boleh SPAM
4. Jangan meninggalkan Link aktif pada komentar. Komentar dengan Link Aktif akan dihapus.
5. Berkomentarlah sesuai dengan topik artikel