Kota Makassar pada 2007 ini konon sudah berusia 400 tahun. Untuk
menelusuri kembali sejarah kota berjuluk “Kota Daeng” dan “Kota
Angingmammiri” itu, Pemerintah Kota Makassar pada Sabtu, 30 Juni 2007
yang lalu, di Hotel Sahid Makassar, mengadakan Seminar Nasional 400
Tahun Makassar.”
Seminar dengan tema ”Menemukenali dan Merangkai Sejarah dan Budaya
Makassar” itu menghadirkan 400 tokoh dan menampilkan beberapa pembicara.
Makassar adalah nama tempat bandar niaga kerajaan kembar Gowa dan
Tallo. Kerajaan kembar itulah yang kemudian menyandang nama Kerajaan
Makassar.
Nama Makassar sudah disebut dalam naskah kuno Jawa, Negara Kertagama,
yang ditulis oleh Mpu Prapanca, pada 1364. Naskah itu juga menyebut
nama Luwu, Bantaeng, dan Selayar.
”Nama tempat yang yang disebut Makassar (dalam naskah itu, red) belum
dapat diidentifikasi hingga sekarang,” kata sejarawan dari Universitas
Hasanuddin (Unhas), Edward L Poelinggomang.
Dalam tradisi pelaut dan pedagang yang berniaga ke Maluku, kawasan
yang pulau-pulaunya berada di utara Pulau Sumbawa disebut dengan nama
Makassar.
Tradisi penyebutan pulau-pulau tersebut dari para pelaut dan
pedagang, kemudian diserap oleh pelaut dan pedagang Portugis setelah
merebut dan menduduki Malaka.
Dalam catatan Tome Pores, diungkapkan bahwa pedagang-pedagang Melayu
menginformasikan adanya jalur paling singkat dalam pelayaran ke Maluku,
yaitu melalui Makassar (Cortesao, 1944).
Informasi itu mendorong pelaut dan pedagang Portugis menelusuri jalur
pelayaran tersebut, sehingga dalam peta pelayaran pengembara Portugis,
Pulau Kalimantan diberi nama ”Pulau Makassar yang Besar” (Gramdos ilha
de Macazar), sedangkan Pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya disebut
”Pulau-pulau Makassar (Ilhas dos Macazar).
Selain itu, kota-kota pelabuhan yang berada di pesisir barat Sulawesi
yang menjadi tempat singgah dalam pelayaran ke Maluku, juga diberikan
predikat Makassar, antara lain Siang Makassar, Bacukiki Makassar, Suppa
Makassar, Sidenreng Makassar, Napo Makassar, dan Tallo Makassar.
Edward L Poelinggoman mengatakan, bandar niaga Makassar terbentuk
dari dua bandar niaga dari kerajaan kembar Gowa-Tallo, yaitu bandar
Tallo dari Kerajaan Tallo yang terletak di pesisir muara Sungai Bira
(Sungai Tallo), serta bandar Sombaopu dari Kerajaan Gowa yang terletak
di pesisir muara sungai Jeneberang.
Dua kerajaan tetangga itu kemudian berhasil membentuk persekutuan
pada 1528, setelah melalui pemufakatan penyelesaian konflik (perang).
Kesepakatan itu berpengaruh bagi rakyatnya dan semua yang mengenal dua
kerajaan kembar itu, sehingga muncul ungkapan ‘’satu rakyat, dua raja”
(se’reji ata narua karaeng).
Persekutuan yang dibangun itu bersifat menyatukan dua kerajaan dalam
kehidupan kenegaraan, tetapi tetap mengakui kedudukan kekuasaan
masing-masing sebagai kerajaan.
Kerajaan Gowa ditempatkan sebagai pemegang kendali kekuasaan kerajaan
kembar itu (sombaya), sedangkan Raja Tallo sebagai pejabat mangkubumi
(tuma’bicara butta).
Membangun Tembok dan Benteng Pertahanan
Perang
yang berakhir dengan pembentukan persekutuan kerajaan kembar
Gowa-Tallo, berbasis pada keinginan Kerajaan Gowa untuk mengubah
orientasi kehidupan kerajaannya dari agraria ke dunia maritim pada
periode pemerintahan Raja Gowa IX, Tumapa’risi’ Kallonna Daeng Matanre
Karaeng Manguntungi (1510-1546).
Kebijakan itu dilaksanakan mengingat semakin banyak arus migran
pedagang Melayu ke kawasan ini setelah Malaka diduduki oleh Portugis
pada 1511.
”Setelah melakukan persekutuan dua kerajaan itu, yang secara
kesejarahan diperintah oleh raja dari keturunan yang sama, Kerajaan
Kembar itu melaksanakan perluasan kekuasaan dengan menaklukkan
kerajaan-kerajaan pesisir dan memaksa mereka untuk melakukan perdagangan
dengan bandar niaga Tallo dan Sombaopu,” tutur sejarawan dari Unhas,
Edward L Poelinggomang.
Raja Gowa ke-10, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga
Ulaweng (1546-1565), yang menjadi pelanjut Raja Gowa ke-9, memandang
kebijakan itu kurang memberikan peluang bagi kemajuan bandar niaga
kerajaan kembar Gowa-Tallo.
Ia kemudian merancang penaklukan kerajaan-kerajaan pesisir dan
kerajaan-kerajaan yang memiliki potensi ekonomi dengan kebijakan baru,
yaitu memaksa kerajaan-kerajaan taklukan untuk tunduk dan patuh kepada
Raja Gowa X, serta mengangkut orang dan barang dari negeri taklukan,
khususnya yang bergiat dalam dunia perdagangan maritim ke bandar
Kerajaan Gowa-Tallo.
Akibat kebijakan itu, bandar-bandar niaga yang berada di pesisir
jazirah selatan menjadi sirna, dan hanya ada dua bandar niaga, yakni
bandar niaga Tallo dan bandar niaga Sombaopu.
Kedua bandar niaga itu secara fisik seolah-olah sudah menyatu dan
membentang dari muara Sungai Bira (Sungai Tallo) hingga muara Sungai
Jeneberang yang dipenuhi oleh para pedagang dari berbagai bandar niaga
yang sebelumnya disebut Makassar.
Itulah yang kemudian mendasari para pedagang menyebut bandar niaga
Tallo dan Sombaopu dengan sebutan Bandar Makassar, dan tidak menyebut
Tallo Makassar atau Sombaopu Makassar.
Kerajaan kembar Gowa-Tallo juga kemudian disebut dengan nama Kerajaan
Makassar, di mana Raja Gowa diangkat menjadi Raja, sedangkan Raja Tallo
menjadi Mangkubumi atau Kepala Pemerintahan Kerajaan.
Bandar Makassar kemudian berkembang dan menjadi pusat kegiatan bagi
para pelaut dan pedagang, termasuk pelaut dan pedagang dari Portugis
pada 1532, Belanda (VOC) pada 1603, Inggris pada 1613, Spanyol pada
1615, Denmark pada 1618, dan China pada 1618.
”Berkumpulnya para pedagang di bandar Makassar, berhasil meningkatkan kegiatan perdagangan di kota pelabuhan itu,” urai Edward.
Untuk melindungi kegiatan perdagangan di kota pelabuhan itu,
pemerintah Kerajaan Makassar membangun sejumlah benteng pertahanan
sepanjang pesisir dari yang paling utara Benteng Tallo hingga yang
paling selatan Benteng Barombong.
Selain benteng, sepanjang wilayah pesisir kota juga dibangun tembok
yang di depannya berjejer perahu dan kapal dagang dari berbagai kerajaan
di Asia Tenggara, China, dan dari Eropa, sedangkan di balik tembok juga
berlangsung kegiatan perdagangan, baik di pasar tradisional, maupun di
rumah-rumah dagang.
sumber :
http://makassarkota.go.id
harian pedoman rakyat – makassar, 8 agustus 2007
Home »
» sejarah makassar
sejarah makassar
Written By Unknown on Selasa, 30 Desember 2014 | 15.03
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
1 komentar:
Silahkan tinggalkan komentar di atas caranya
1. Masukkan Komentar anda di kolom komentar
2. Pada Kotak "Beri Komentar sebagai" pilih akun yang ada pada pilihan.
3. klik publikasikan.
5. isi code capta
6. tekan enter atau publikasikan.
Anda di perbolehkan berkomentar dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Komentar jangan mengandung SARA dan PORNO
2. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.
3. Tidak Boleh SPAM
4. Jangan meninggalkan Link aktif pada komentar. Komentar dengan Link Aktif akan dihapus.
5. Berkomentarlah sesuai dengan topik artikel
BalasHapushttps://kdp.amazon.com/community/profile.jspa?editMode=true&userID=1424531
https://kdp.amazon.com/community/profile.jspa?editMode=true&userID=1427388
https://kdp.amazon.com/community/profile.jspa?editMode=true&userID=1428236
https://challenges.openideo.com/profiles/1119874714489381863241486229946090
http://www.dead.net/member/khairyayman
https://vimeo.com/user54212503
https://mootools.net/forge/profile/naklafshdmam
http://bionumbers.hms.harvard.edu/bionumber.aspx?&id=113190