Kampung Melayu Di Makassar
.... Ance' Keca', juga mengajari kami gerakan kungfu, yang
dipelajarinya ketika masih di Tiongkok. Didepan pabrik kecap itu pula
kami belajar menjadi pedagang kecil dengan jualan rokok. Kami membuat
rak kecil dari kayu bekas peti sabun kobbi' (colek) dan memasangnya
didepan pabrik kecap pula. Pelanggan kami, orang yang berlalu lalang
didepan pabrik kecap.
Sewaktu sekolah di SD Frater Mamajang. Kami hanya dapat uang jajan 30 sen, tiap hari dan ketika jam keluar main, kami berlomba - lomba berebut tempat duduk dibangku panjang pada warung seberang sekolah kami untuk menikmati ubi goreng, pisang goreng, jagung bakar atau bakara' (sukun) goreng. Tentunya dengan sambal yang hanya dibuat dari garam kasar, lombok dan jeruk peras. Kemudian ditambah segelas air teh manis, jadilah menu ini membuat kami serasa makan direstauran yang paling top didunia!
Dikampung Melayu, disamping rumah keluarganya Sabir Syiwu, ada satu gadde - gadde (kedai) yang berjualan buah - buahan dan gula - gula dan juga kalau lagi musimnya. Pemiliknya bernama Daeng Coni, penjual layang - layang dan buatannya sendiri. Orangnya kecil dan bukku' (bongkok). Namun kami sangat senang kegaddenya karena Daeng Coni, sungguh pandai bercerita. Kemudian Daeng Coni, suka tersenyum, ramah dan kami pun sambalu'na (langganannya) yang paling setia. Daeng Coni, juga ahli membuat gasing yang bahannya dari kayu jambu. Pada samping kanan gadde Daeng Coni, ada pula toko ukuran sedang dan pemiliknya kami panggil Ance' Pocci'. Sebab ia setiap harinya hanya memakai celana baroci' (kolor) dan baju singlet. Lalu singletnya dilipat keatas sehingga kelihatan ki poccina (pusarnya).
Kami selalu mengganggu Ance' Pocci', bila disuruh membeli sesuatu ditokonya oleh orang tua kami. Apabila berbelanja banyak barang, biasanya Ance' Pocci' memberikan golla - golla (gula - gula), yang bentuknya persis lombok (cabe), berwarna merah dengan batang kayu pada ujungnya mirip es krim.
Kenangan yang paling tidak dapat saya lupakan adalah Warga hidup dengan suasana kekeluargaan dan sungguh kental kehidupan gotong royong nya. Anak - anak kecil terbiasa membantu orang dewasa dan para orang tua, yang menjalankan usahanya, seperti kami yang ikut membantu Ance' Keca' bila turun hujan untuk mengamankan taiciung dan kecapnya. Sebaliknya, orang - orang dewasa dan para orang tua, sangatlah menyayangi anak - anak sebaya kami. Mereka sering memberikan kepada kami golla - golla bila kami turut membantu pekerjaan mereka atau bersikap manis saat belanja ditoko mereka seperti Ance' Pocci'.
Citizen reporter Sammy Lee, warga Makassar, yang kini menetapnya dikota Sydney, Negara Australia. Sungguh memiliki banyak kenangan tentang suasana kota Makassar disekitar 1950 - an.
Semoga bermanfaat bagi para Saudara.
(Sumber: abdullahkhoirulazzam.blogspot)
Makassar Ku, Makassar Mu.
Rabu dini hari, 04 Maret 2015.
Jam 02 : 40 Wita.
Sewaktu sekolah di SD Frater Mamajang. Kami hanya dapat uang jajan 30 sen, tiap hari dan ketika jam keluar main, kami berlomba - lomba berebut tempat duduk dibangku panjang pada warung seberang sekolah kami untuk menikmati ubi goreng, pisang goreng, jagung bakar atau bakara' (sukun) goreng. Tentunya dengan sambal yang hanya dibuat dari garam kasar, lombok dan jeruk peras. Kemudian ditambah segelas air teh manis, jadilah menu ini membuat kami serasa makan direstauran yang paling top didunia!
Dikampung Melayu, disamping rumah keluarganya Sabir Syiwu, ada satu gadde - gadde (kedai) yang berjualan buah - buahan dan gula - gula dan juga kalau lagi musimnya. Pemiliknya bernama Daeng Coni, penjual layang - layang dan buatannya sendiri. Orangnya kecil dan bukku' (bongkok). Namun kami sangat senang kegaddenya karena Daeng Coni, sungguh pandai bercerita. Kemudian Daeng Coni, suka tersenyum, ramah dan kami pun sambalu'na (langganannya) yang paling setia. Daeng Coni, juga ahli membuat gasing yang bahannya dari kayu jambu. Pada samping kanan gadde Daeng Coni, ada pula toko ukuran sedang dan pemiliknya kami panggil Ance' Pocci'. Sebab ia setiap harinya hanya memakai celana baroci' (kolor) dan baju singlet. Lalu singletnya dilipat keatas sehingga kelihatan ki poccina (pusarnya).
Kami selalu mengganggu Ance' Pocci', bila disuruh membeli sesuatu ditokonya oleh orang tua kami. Apabila berbelanja banyak barang, biasanya Ance' Pocci' memberikan golla - golla (gula - gula), yang bentuknya persis lombok (cabe), berwarna merah dengan batang kayu pada ujungnya mirip es krim.
Kenangan yang paling tidak dapat saya lupakan adalah Warga hidup dengan suasana kekeluargaan dan sungguh kental kehidupan gotong royong nya. Anak - anak kecil terbiasa membantu orang dewasa dan para orang tua, yang menjalankan usahanya, seperti kami yang ikut membantu Ance' Keca' bila turun hujan untuk mengamankan taiciung dan kecapnya. Sebaliknya, orang - orang dewasa dan para orang tua, sangatlah menyayangi anak - anak sebaya kami. Mereka sering memberikan kepada kami golla - golla bila kami turut membantu pekerjaan mereka atau bersikap manis saat belanja ditoko mereka seperti Ance' Pocci'.
Citizen reporter Sammy Lee, warga Makassar, yang kini menetapnya dikota Sydney, Negara Australia. Sungguh memiliki banyak kenangan tentang suasana kota Makassar disekitar 1950 - an.
Semoga bermanfaat bagi para Saudara.
(Sumber: abdullahkhoirulazzam.blogspot)
Makassar Ku, Makassar Mu.
Rabu dini hari, 04 Maret 2015.
Jam 02 : 40 Wita.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar di atas caranya
1. Masukkan Komentar anda di kolom komentar
2. Pada Kotak "Beri Komentar sebagai" pilih akun yang ada pada pilihan.
3. klik publikasikan.
5. isi code capta
6. tekan enter atau publikasikan.
Anda di perbolehkan berkomentar dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Komentar jangan mengandung SARA dan PORNO
2. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.
3. Tidak Boleh SPAM
4. Jangan meninggalkan Link aktif pada komentar. Komentar dengan Link Aktif akan dihapus.
5. Berkomentarlah sesuai dengan topik artikel