BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan formal dirasakan urgensinya ketika keluarga tidak mampu lagi
memberikan pendidikan yang wajar kepada anak-anaknya. Lembaga ini akhirnya
diterima sebagai wahana proses kemanusiaan dan pemanusiaan kedua setelah
keluarga.
Dalam
perjalanannya, ternyata tidak ada pendidikan formal yang benar-benar netral.
Ini ditandai dengan adanya praktek pendidikan yang kurang menghargai kebebasan
siswa. Fenomena semacam ini disebut paulo Freire dalam The Politic of Education
: Culture, Power, and Liberation (1980) sebagai praksis pendidikan yang
membelenggu, bukan membebaskan. Menurut Freire, pendidikan yang membebaskan
merupakan proses pendidikan yang mengkondisikan siswa untuk mengenal dan
mengungkapkan kehidupan yang senyatanya secara kritis. Pendidikan yang
membebaskan tidak dapat direduksi menjadi sekedar usaha guru untuk memaksakan
kebebasan kepada siswa. Sementara itui, pendidikan yang membelenggu berusaha
menanamkan kesadaran yang keliru kepada siswa sehingga mereka mengikuti alur
kehidupan ini dan menerima realitas tanpa filter yang selektif.
Hari ini, kebutuhan akan guru dan tenaga kependidikan yang profesional
sangat mendesak. Hal itu tidak dapat kita pungkiri karena terdapat suatu
realitas dimana lembaga pendidikan formal, mulai dari jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi mengalami kemajuan pesat secara
kuantitatif. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah lulusan siswa dari
tahun ketahun. Namun, disisi lain, kita dihadapkan kepada dilema berkaitan
dengan masalah kemampuan profesional guru dalam mengelola kelas masih jauh dari
harapan. Guru yang berperan sebgai inovator sangat jarang atau bahkan sama
sekali tidak ada pada sekolah-sekolah tertentu. Sesungguhnya menjadi inovator sebagai
penggagas kebijakan memang pekerjaan yang berat dan beresiko. Namun tanpa
adanya inovator yang siap menaggung resiko juga akan menimbulkan dampak yang
tidak baik bagi kemajuan pendidikan kita serta hanya mampu mencetak
generasi-generasi yang statis dalam berfikir dan lamban dalam bertindak.
B. Permasalahan
Bertolak dari latar belakang di atas, yang menjadi pokok permasalahan dalam
pembahasan makalah ini meliputi :
1. Apa yang
dimaksud dengan keputusan inovasi?
2. Apa saja
model-model keputusan inovasi?
3. Apa saja
Saluran-Saluran Komunikasi berdasarkan Tahapan-Tahapan dalam Proses
Keputusan-Inovasi
4. Bagaimana
priode keputusan inovasi?
C. Prosedur Pemecahan Masalah
Pembahasan mengenai ”Proses Keputusan Inovasi” ini, merupakan materi
perkuliahan berupa penyusunan makalah sebagai tugas kelompok terhadap
mahasiswa. Prosedur pemecahan masalah dilakukan dengan studi literatur, yaitu
dengan menterjemahkan buku karangan Roger (sebagai sumber utama) beserta dilengkapi
dengan sumber-sumber lain yang relevan, kemudian dipresentasikan di kelas dan
dibahas dalam diskusi kelas.
D. Sistematika Uraian
Sistematika uraian makalah ini merujuk pada pedoman penulisan karya
ilmiah Universitas
Negeri Semarang. Seperti pada umumnya makalah terdiri dari tiga bagian
yang meliputi bagian pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Bagian pendahuluan
menguraikan masalah yang akan dibahas, meliputi latar belakang masalah,
masalah, prosedur pemecahan masalah dan sistematika uraian. Bagian isi memuat
uraian hasil kajian tentang ”Proses Keputusan Inovasi” yang diperoleh melalui
studi literatur. Kemudian bagian kesimpulan merupakan kumpulan makna yang dapat
dipetik dari hasil uraian atau pembahasan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi
ialah proses yang dilalui individu mulai dari pertama tahu adanya
inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi,
penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi
terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan
kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan
yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi
dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk
selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok
keputusan inovasi dan merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain
adalah dimulai dengan adanya
ketidaktentuan tentang sesuatu.
B. Model Proses Keputusan Inovasi
Menurut Roger, proses keputusan inovasi
terdiri dari 5 tahap, yaitu tahap pengetahuan, tahapan bujukan, tahapan
keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi.
1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada
saat seorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana
fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi
membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Seseorang menyari
atau membuka suatu inovasi
tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif. Misalnya pada acara siaran
televisi disebutkan
berbagai macam acara, salah satu menyebutkan bahwa pada jam 19.30 akan ada
siaran tentang metode baru cara mengajar
berhitung
di sekolah dasar. Guru A yang mendengar dan melihat acara tersebut
kemudian sadar bahwa ada metode baru tersebut kemudian sadar bahwa ada metode
baru tersebut, maka pada diri guru A tersebut sudah mulai proses keputusan
inovasi pada tahap pengetahuan. Sedangkan Guru B walaupun
mendengar dan melihat acara TV, tidak ada keinginan untuk tahu, maka belum
terjadi proses keputusan inovasi.
Seseorang menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya tentu berdasarkan pengamatan
tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhan pengamatannya tentang inovasi itu
sesuai dengan kebutuhan, minat atau mungkin juga kepercayaaannya. Seperti
contoh Guru A tersebut, berarti ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia memerlukannya.
Adanya inovasi menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan ia merasa butuh. Tetapi
mungkin juga terjadi bahkan karena seseorang butuh sesuatu maka untuk
memenuhinya diadakan inovasi. Dalam kenyataanya di masyarakat hal yang kedua
ini jarang terjadi, karena banyak orang tidak tahu apa yang diperlukan. Apalagi dalam bidang
pendidikan, yang dapat merasakan perlunya ada perubahan biasanya orang yang
ahli. Sedang guru sendiri belum tentu mau
menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk mengefektifkan
pelaksanaannya tugasnya. Sebagaimana halnya untuk dokter, manusia memerlukan
makan vitamin, tetapi juga tidak menginginkannya, dan sebaliknya sebenarnya
ingin sate tetapi menurut dokter justru sate membahayakan kita. Setelah
seseorang menyadai adanya inovasi dan membuka dirinya untuk mengetahui inovasi,
maka keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan
hanya berlangsung pada tahap
pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain bahkan sampai tahap
konfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek–aspek tertentu dari
inovasi.
2. Tahap Bujukan (Persuation)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, sesorang membentuk sikap menyenangi atau
tidak menyenangi terhadapa inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses
kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang
berperan berperan utama bidang afektif atau perasaan. Sesorang tidak dapat menyenangi inovasi
sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran.
Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan
informasi yang diterinmanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi
disesuaikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan
karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi.
Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk
mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada
kemampuan untuk untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi
dan situsai yang ada. Untuk mempermudah proses mental itu, perlu adanya
gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaannya inovasi, jika mungkin
sampai pada konsukuensi inovasi.
Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan menyenangi atau
tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahap persuasi akan mengarahkan
proses keputusan inovasi atau dengan kata lain ada kecenderungan kesesuaian
antara menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi. Namun perlu diketahui bahwa
sebenarnya antara sikap dan aktifitas masih ada jarak. Orang menyenangi
inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara
pengetahuan-sikap, dan penerapan (praktik). Misalnya seorang guru tahu tentang
metode diskusi, tahu cara menggunakannya, dan senang seandainya menggunakan,
tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor: tempat duduknya
tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar, dan takut bahan pelajarannya
tidak akan dapat disajikan sesuai batas waktu yang ditentukan. Perlu adanya
bantuan pemecahan masalah.
3. Tahap Keputusan ( Decision )
Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan
kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima
inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi
berarti tidak akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih
dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian
dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang
diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecahkan menjadi
beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat
diterima. Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang dan
yang lain cukup memepercayai dengan hasil percobaan temannya.
Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataan pada setiap tahap
dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya
penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada
tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya.
Ada dua macam
penolakan inovasi yaitu : (a) penolakan
aktif artinya penolakan inovasi setelah inovasi setelah
melalui mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba
lebih dahulu, tetapi keputusan terakhir menolak inovasi, dan (b) penolakan
pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara pengetahuan, persuasi, dan
keputusan inovasi sering berjalan bersamaan, satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Bahkan untuk
jenis inovasi tertentu dapat terjadi urutan : pengetahuan -keputusan
inovasi - baru persuasi.
4. Tahap Implementasi ( Implementation )
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang
menerapkan inovasi.
Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun
perbuatan. Keputusan penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik.
Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputussan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi
karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi.
Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
Tahap
implementasi berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tergantung dari
keadaan inovasi itu sendiri. Tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf implementasi
inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu sudah melembaga atau sudah menjadi
hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak merupakan hal yang baru lagi.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara inovasi yang sangat
komplek dan sukar dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami inovasi
karena sukar untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang
memungkinkan berbagai kemungkinan komunikasi, apabila inovasi diterapkan untuk
memecahkan masalah yang sangat luas, kebanggaan akan inovasi yang dimiliki
suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan reinvensi
5. Tahap Konfirmasi ( Confirmation )
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan
yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika
memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula.
Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak
terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang berlangsung tak terbatas.
Selama dalam konfirmasi seseorang berusaha menghindri terjadinya
disonansi paling tidak berusaha menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan karena
terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada
sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga
orang itu merasa tidak enak. Jika seseorang merasa dalam dirinya terjadi
disonansi, maka ia akan berusaha akan menghilangkannya atau paling tidak
menguranginya dengan cara pengetahuannya, sikap atau perbuatannya. Dalam
hubungannya dengan difussi inovasi, usaha mengurangi disonanasi terjadi :
a) Apabila
seseorang menyadari akan ssesuatu kebutuhan dan berusaha mencari
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan mencari informasi
tentang inovasi hal ini pada terjadi tahap pengetahuan dalam proses keputusan
inovasi.
b) Apabila seseorang
tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenagi inovasi, tersebut
tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia akan
berusaha untuk menerimanya, guna mengurangi adanya disonansi antara apa yang
disenangi dan diyakini dengan apa yang
dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan tahap implementasi
dalam proses keputusan inovasi.
c) Setelah
seseorang menetapkan menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya.
Maka disonansi ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan
penerapan inovasi (discontinuiting). Ada kemungkinan lagi seseorang
telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian diajak menerimanya. Maka usaha
mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula).
Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi
terlambatpada tahap konfirmasi).
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan
tingkah laku seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan
sangat erat hubungannya bahkan sukar dipisahkan karena yang satu mempengaruhi
yang lain. Sehingga dalam kenyataannya kadang-kadang sukar orang
akan mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi, walaupun
secara rasional diketahui adanya kelemahannya. Oleh karena sering terjadi untuk
menghindari timbulnya disonansi, maka itu hanya berubah mencari informasi yang
dapat memperkuat keputusannya. Dengan kata lain orang itu melakukan seleksi
informasi dalam tahap konfirmasi (selective exposure). Untuk menghindari
terjadinya drop out
dalam penerimaan dan imlementasi inovasi (discontinue) peranan agen
pembaharu sangat dominan. Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah
terpengaruh pada informasi negatif tentang inovasi.
C. Saluran-Saluran
Komunikasi berdasarkan Tahapan-Tahapan dalam Proses Keputusan-Inovasi
Salah satu kepentingan dari lima tahap dalam proses keputusan-inovasi
adalah membantu kita untuk memahami peran saluran-saluran komunikasi yang
berbeda.
Seringkali sulit bagi kita untuk membedakan antara sumber pesan dan saluran
yang membawa pesan tersebut. Sumber adalah individu atau institusi yang
memberikan pesan. Sedang saluran adalah alat dimana pesan bergerak dari sumber
ke si penerima. Para peneliti mengategorikan saluran-saluran komunikasi sebagai
(1) bersifat interpersonal atau mass media, atau (2) berasal dari sumber lokal
atau kosmopolit. Studi penelitian di masa lalu memperlihatkan bahwa
saluran-saluran ini memainkan peran-peran berbeda dalam menciptakan pengetahuan
atau membujuk orang-orang untuk merubah sikap mereka terhadap inovasi. Saluran
media massa adalah alat-alat untuk menyampaikan pesan yang melibatkan media
massa, seperti radio, televisi, surat kabar, dst yang memungkinkan sumber dari
satu atau beberapa individu untuk menjangkau banyak audiens. Saluran
interpersonal melibatkan pertukaran saling berhadapan antara dua individu atau
lebih. Saluran-saluran ini memiliki efektifitas yang lebih besar ketika
menghadapi resistansi atau apati.
D. Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai
anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang
menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau
berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat
dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi :
1.
Keputusan inovasi opsional, yaitu
pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan
oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh
dorongan anggota sistem sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu
mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi
interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakikat pengertian
keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai pengambil
keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
2.
Keputusan inovasi kolektif, ialah
pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang
dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan antara anggota sistem
sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah
dinuatnya. Misalnya, atas kesepakatan warga masyarakat di setiap RT untuk tidak
membuang sampah di sungai, yang kemudian disahkan pada rapat antar ketua RT
dalam suatu wilayah RW. Maka konsekuensinya semua warga RW tersebut harus
mentaati keputusan yang telah dibuat tersebut, walaupun mungkin secara pribadi
masih ada beberapa individu yang masih merasa keberatan.
3.
Keputusan inovasi otoritas, ialah
pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang
dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status,
wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu
sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan
dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya
melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit pengambil keputusan misalnya,
seorang pimpinan perusahaan memutuskan agar sejak tanggal 1 maret semua pegawai
harus memakai seragam hitam putih. Maka semua pegawai sebagai anggota sistem
sosial di perusahaan itu harus melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh
atasannya.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan dari keputusan
opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri mengambil
keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (individu memperoleh sebagian
sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan
otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk mengambil alih
keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi
formal, seperti perusahaan, sekolah, perguruan tinggi, organisasi pemerintahan,
dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran
inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota
masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu.
Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe
keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung bagaimana pelaksanaannya.
Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan keputusan keputusan otoritas.
Dapat juga terjadi bahwa keputusan opsional lebih cepat dari keputusan kolektif,
jika ternyata untuk membuat kesepakatan dalam musyawarah antara anggota sistem
sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi tergantung pada
berbagai faktor.
Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarluaskan suatu inovasi dapat
juga berubah dalam waktu tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan
tali pengaman bagi pengendara mobil (auto mobil seat belts). Pada mulanya
pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada pemilik kendaraan yang mampu
membiayai pemasangannya. Jadi menggunakan keputusan opsional. Kemudian pada
tahun berikutnya peraturan pemerintah mempersyaratkan semua mobil baru harus
dilengkapi dengan tali pengaman. Jadi keputusan inovasi pemasangan tali
pengaman dibuat secara kolektif. Kemudian banyak reaksi terhadap peraturan ini
sehingga pemerintah kembali kepada peraturan lama keputusan menggunakan tali
pengaman diserahkan kepada tiap
individu (tipe keputusan opsional).
BAB III
KESIMPULAN
Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilalui atau dialami oleh
seseorang atau kelompok pengambil keputusan, mulai dari yang pertama kali tahu
adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi,
penetapan keputusan apakah ia menerima atau menolak untuk berinovasi,
implementasi atau perwujudan dari inovasi, serta konfirmasi terhadap keputusan
inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang
dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang
berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi
dapat menilai gagsan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya
akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya.
Model proses keputusan-inovasi secara konseptual dapat dibagi kedalam lima
tahap diantaranya:
1. Pengetahuan terjadi
ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan) dihadapkan pada keberadaan
inovasi dan memperoleh sejumlah pemahaman mengenai bagaimana berfungsinya.
2. Persuasi
terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan lainnya) membentuk
sikap yang mendukung atau tidak mendukung terhadap inovasi.
3. Keputusan
terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan) terlibat dalam
aktifitas-aktifitas yang menuntun pada pilihan untuk mengambil atau menolak
inovasi.
4. Implementasi
terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan lainnya) menggunakan
inovasi.
5. Konfirmasi
terjadi ketika seseorang (atau unit pembuatan keputusan lainnya) mencari
pemantapan dari suatu keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi dia dapat
membalikan keputusan sebelumnya jika dihadapkan pada pesan-pesan yang
bertentangan mengenai inovasi.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar di atas caranya
1. Masukkan Komentar anda di kolom komentar
2. Pada Kotak "Beri Komentar sebagai" pilih akun yang ada pada pilihan.
3. klik publikasikan.
5. isi code capta
6. tekan enter atau publikasikan.
Anda di perbolehkan berkomentar dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Komentar jangan mengandung SARA dan PORNO
2. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.
3. Tidak Boleh SPAM
4. Jangan meninggalkan Link aktif pada komentar. Komentar dengan Link Aktif akan dihapus.
5. Berkomentarlah sesuai dengan topik artikel