PROSES INOVASI PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
Nicocolo Machiavelli berkata: “Tiada pekerjaan yang lebih
susah merencanakannya, lebih meragukan akan keberhasilannya, lebih berbahaya
dalam mengelolanya, daripada menciptakan suatu pembaharuan …. Apabila lawan
telah merencanakan untuk menyerang inovator dengan mengerahkan kemarahan
pasukannya sedangkan yang lain hanya bertahan dengan
kemalasan, maka inovator beserta kelompoknya seperti dalam keadaan terancam. (The Prince (1513) dikutip Rogers,
1983).
Pernyataan Machiavelli tersebut menunjukkan betapa berat
tugas innovator dan betapa sukarnya menyebarkan inovasi. Banyak orang
mengetahui dan memahami sesuatu yang baru tetapi belum mau menerima apalagi
melaksanakannya. Bahkan banyak pula yang menyadari bahwa sesuatu yang baru itu
bermanfaat baginya, tetapi belum juga mau menerima dan mau menggunakan atau
menerapkannya. Contohnya untuk mengefektifkan
proses belajar mengajar para guru diminta membuat persiapan mengajar
dengan menggunakan model desain instruksional PPSI (Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional). Para guru ditatar dan dilatih membuat persiapan mengajar
dengan model PPSI. Tapi ternyata juga belum semua guru yang telah tahu dan dapat membuat persiapan 2mengajar dengan cara
baru itu mau menggunakannya dalam kegiatan mengajar sehari-hari.
Ternyata memang ada jarak antara mengetahui dan mau
menerapkannya serta menggunakan atau menerapkan ide yang baru tersebut. Maka
dalam proses penyebaran inovasi timbul masalah yakni bagaimana caranya untuk
mempercepat diterimanya suatu inovasi oleh masyarakat (sasaran penyebaran inovasi). Untuk memecahkan masalah
tersebut maka difusi inovasi menarik perhatian para ahli pengembangan
masyarakat dan dipelajari secara mendalam. Dalam modul ini, Anda akan
mempelajari proses inovasi dalam pendidikan
Dengan memahami proses inovasi pendidikan, Anda diharapkan dapat memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan pengertian difusi dan diseminasi
inovasi
2. Dapat menjelaskan proses keputusan inovasi
3. Dapat menjelaskan proses inovasi pendidikan
Kemampuan tersebut sangat penting bagi Anda untuk
mengembangkan wawasan dan pemahaman tentang inovasi pendidikan, yang dapat menjadi bahan analisis Anda.
Agar Anda berhasil dengan baik dalam mempelajari modul ini,
ikuti petunjuk belajar sebagai berikut:
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda memahami betul apa, untuk apa,
dan bagaimana mempelajari modul ini. 3
2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata
kunci dan kata-kata yang Anda anggap baru. Carilah dan baca pengertian
kata-kata kunci dalam daftar kata-kata sulit modul ini atau dalam kamus yang
ada.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini
melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan mahasiswa atau guru lain dan
dengan tutor Anda.
4. Terapkan pengertian-pengertian inovasi pendidikan secara
imajiner (dalam pikiran) dan dalam situasi terbatas melalui simulasi sejawat
(peer-group simulation) pada saat tutorial.
5. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai
pengalaman simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal pada saat tutorial.
URAIAN MATERI
A. DIFUSI DAN DISEMINASI INOVASI
1. Pengertian Difusi dan Diseminasi Inovasi
Difusi ialah proses komunikasi inovasi antara warga
masyarakat (anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan
dalam waktu tertentu. Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti
terjadinya saling tukar informasi (hubungan timbal balik), antar beberapa
individu baik secara memusat (konvergen) maupun memencar (divergen) yang
berlangsung 4secara spontan. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi kesamaan
pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi.
Jadi difusi dapat merupakan salah satu tipe komunikai yakni
komunikasi yang mempunyai ciri pokok, pesan yang dikomunikasikan adalah hal
yang baru (inovasi).
Rogers membedakan antara sistem difusi sentralisasi dan
sistem difusi desentralisasi. Dalam sistem difusi sentralisasi, penentuan
tentang berbagai hal seperti: kapan dimulainya difusi inovasi, dengan saluran
apa, siapa yang akan menilai hasilnya, dan sebagainya, dilakukan oleh
sekelompok kecil orang
tertentu atau pimpinan agen pembaharu. Sedangkan dalam
sistem difusi desentralisasi, penentuan itu dilakukan oleh klien (warga
masyarakat) bekerja sama dengan beberapa orang yang telah menerima inovasi.
Dalam pelaksanaan sistem difusi desentralisasi yang secara ekstrim tidak perlu
ada
agen pembaharu. Warga masyarakat itu sendiri yang
bertanggungjawab terjadinya difusi inovasi.
Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang
direncanakan, diarahkan, dan dikelola. Jadi kalau difusi terjadi secara spontan, maka diseminasi dengan
perencanaan. Dalam pengertian ini dapat juga
direncanakan terjadinya difusi. Misalnya dalam penyebaran
inovasi penggunaan pendekatan ketrampilan proses dalam proses belajar mengajar.
Setelah diadakan percobaan ternyata dengan pendekatan keterampilan proses
belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan siswa aktif belajar. 5
Maka hasil percobaan itu perlu didesiminasikan. Untuk
menyebarluaskan cara baru tersebut, dengan cara menatar beberapa guru dengan
harapan akan terjadi juga difusi inovasi antar guru di sekolah masing-masisng.
Terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi kesamaan pendapat antara
guru tentang inovasi tersebut.
2. Elemen Difusi Inovasi Rogers mengemukakan ada 4 elemen
pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi, (2) komunikasi dengan saluran
tertentu, (3) waktu, dan (4) warga masyarakat (anggota sistem sosial). Untuk
jelasnya setiap elemen diurakan sebagai
berikut:
a. Inovasi
Inovasi ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang
diamati sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang, baik
berupa hasil invensi atau diskoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan
tertentu. Baru di sini diartikan mengandung ketidak tentuan (uncertainty),
artinya sesuatu yang
mengandung berbagai alternatif. Sesuatu yang tidak tentu masih terbuka berbagai kemungkinan bagi
orang yang mengamati, baik mengenai arti, bentuk, manfaat, dan sebagainya.
Dengan adanya informasi berarti mengurangi ketidak tentuan tersebut, karena
dengan informasi itu berarti memperjelas
arah pada satu alternatif tertentu. 6
Rogers membedakan dua macam informasi, pertama informasi yang berkaitan dengan
pertanyaan “ Apa inovasi (hal yang baru) itu?”, “Bagaimana menggunakannya?”,
“Mengapa perlu itu?”. Informasi yang kedua berkaitan dengan penilaian inovasi
atau berkaitan dengan pertanyaan “Apa manfaat menerapkan inovasi?”. “Apa
konsekuensinya menggunakan inovasi?.”
Jika anggota sistem sosial (warga masyarakat) yang menjadi
sasaran inovasi dapat memperoleh informasi yang dapat menjawab berbagai
pertanyaan tersebut dengan jelas, maka akan hilanglah ketidak tentuan terhadap
inovasi. Mereka telah memperoleh pengertian yang mantap apa
inovasi itu. Mereka akan menerima dan juga menerapkan
inovasi. Cepat lambatnya proses penerimaan inovasi dipengaruhi juga oleh
atribut dan karakteristik inovasi.
b. Komunikasi dengan saluran tertentu
Komunikasi dalam difusi inovasi ini diartikan sebagai proses
pertukaran informasi antara anggota sistem sosial, sehingga terjadi saling pengertian antara
satu dengan yang lain. Difusi adalah salah satu tipe
komunikasi yang menggunakan hal yang baru sebagai bahan
informasi. Inti dari pengertian difusi ialah terjadi komunikasi (pertukaran
informasi) tentang sesuatu hal yang baru (inovasi). Kegiatan komunikasi dalam
proses difusi mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) suatu inovasi, (2) individu
atau kelompok yang telah mengetahui dan berpengalaman dengan inovasi, (3)
7individu atau kelompok yang lain yang belum mengenal inovasi, (4) saluran
komunikasi yang menggabungkan antara kedua pihak tersebut.
Saluran komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan
informasi dari seorang ke orang lain. Kondisi ke dua pihak yang berkomunikasi akan
mempengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran yang tepat untuk mengefektifkan
proses komunikasi. Misalnya saluran
media massa seperti radio, televisi, suratkabar, dan sebagainya telah
digunakan untuk menyampaikan informasi dari seorang atau seklompok orang kepada orang banyak (massa). Biasanya
media massa digunakan untuk menyampaikan informasi kepada audien dengan maksud
agar audien (peneriam informasi)
mengetahui dan menyadari adanya inovasi. Sedangkan saluran
interpersonal (hubungan secara langsung antar individu), lebih efektif untuk
mempengaruhi atau membujuk seseorang agar mau menerima inovasi, terutama antara
orang yang bersahabat atau mempunyai hubungan yang erat. Dalam penggunaan saluran interpersonal dapat
juga terjadi hubungan untuk beberapa orang, dengan kata lain saluran
interpersonal dapat dilakukan dalam suatu kelompok.
Dari hasil kajian
para ahli ternyata dalam proses difusi banyak orang tidak menilai inovasi
secara obyektif berdasarkan karya ilmiah, tetapi justru mereka menilai inovasi
secara subyektif berdasarkan informasi yang diperoleh dari kawannya yang telah
lebih dahulu mengetahui dan menerima inovasi.
Proses komunikasi interpersonal ini akan efektif jika sesuai
dengan prinsip homophily (kesamaan) yaitu: komunikasi akan lebih efektif jika
dua orang 8yang berkomunikasi itu memiliki kesamaan seperti: asal daerah,
bahasa, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Seandainya seseorang
diberi
kebebasan untuk berinteraksi dengan sejumlah orang, ada
kecenderungan orang itu akan memilih orang yang memiliki kesamaan dengan
dirinya. Proses komunikasi antar orang yang
homophily akan lebih terasa akrab dan lancar, gangguan komunikasi kecil
sehingga kemungkinan terjadinya pengaruh
individu satu terhadap yang lain lebih besar. Tetapi dalam
kenyataannya apa yang banyak dijumpai dalam proses difusi justru keadannya
berlawanan dengan homophily yaitu heterophily. Misalnya seorang agen pembaharu
yang bertugas di luar daerahnya. Maka dia harus berkomunikasi dengan orang yang
mempunyai banyak perbedaan dengan dirinya (heterophily), berbeda tingkat
kemampuannya, mungkin juga beda tingkat pendidikan, bahasa, dan sebagainya,
akibatnya komunikasi kurang efektif.
Kesulitan dengan adanya perbedaan-perbedaan antara individu yang berkomunikasi itu dapat diatasi
jika ada emphaty (empati) yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan
dirinya (mengandaikan dirinya) sama dengan orang lain. Dengan kata lain empati
ialah kemampuan untuk menyamakan dirinya dengan orang lain. Heterophily yang memiliki kemampuan empati
yang tinggi, sebenarnya jika ditinjau dari psikologi sosial sudah merupakan
homophily. 9
c. Waktu
Waktu adalah elemen yang penting dalam proses difusi, karena
waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi. Tetapi banyak peneliti
komunikasi yang kurang memperhatikan aspek waktu, dengan bukti tidak
menunjukkannya secara eksplisit variabel waktu. Mungkin hal ini terjadi karena
waktu tidak secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian, tetapi
waktu merupakan aspek dari setiap kegiatan. Peranan dimensi waktu dalam proses
difusi terdapat pada tiga hal sebagai
berikut: (1) proses keputusan inovasi, (2)
kepekaaan seseorang terhadap inovasi, dan (3) kecepatan penerimaan
inovasi.
(1) Proses keputusan inovasi ialah proses sejak seseorang
mengetahui inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk menerima atau
menolak inovasi. Ada 5 langkah (tahap) dalam proses keputusan inovasi yaitu (a)
pengetahuan tentang inovasi, (b) bujukan atau imbauan, (c) penetapan atau
keputusan, (d) penerapan (implementasi), dan (e) konfirmasi (confirmation).
(2) Kepekaan seseorang terhadap inovasi. Tidak semua orang
dalam suatu sistem sosial menerima inovasi dalam waktu yang sama. Mereka
menerima inovasi dari urutan waktu, artinya ada yang dahulu ada yang kemudian.
Orang yang menerima inovasi lebih dahulu secara reletif lebih peka terhadap
inovasi daripada yang menerima inovasi lebih akhir. Jadi kepekaan inovasi
ditandai dengan lebih dahulunya seseorang menerima inovasi dari yang lain dalam
suatu sistem sosial (masyarakat). Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi dapat
dikategorikan menjadi 5 kategori penerima inovasi yaitu: (a) inovator, (b)
pemula, (c) mayoritas awal, (d) mayoritas, (e) terlambat (tertinggal)
(3) Kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan relatif
diterimanya inovasi oleh warga masyarakat. Kecepatan inovasi biasanya diukur
berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai prosentase tertentu
dari jumlah waktu masyarkat yang telah menerima inovasi. Oleh karen itu
pengkuran kecepatan inovasi cenderung diukur dengan berdasarkan tinjauan
penerimaan inovasi oleh keseluruhan warga
masyarakat bukan penerimaan inovasi secara individual.
(4) Warga Masyarakat (anggota sistem sosial) ialah hubungan
(interaksi antar individu atau orang dengan bekerja sama untuk memecahkan
masalah guna mencapai tujuan tertentu. Anggota sistem sosial dapat individu,
kelompok-kelompok informal, organisasi, dan sub sistem yang lain. Contohnya:
petani di pedesaan, dosen, dan pegawai di perguruan tinggi, kelompok dokter di
rumah sakit, dan sebagainya. Semua anggota sistem sosial bekerja sama untuk
memecahkan masalah guna mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka sistem
sosial merupakan ikatan bagi anggotanya dalam melakukan kegiatan artinya
anggota tentu saling pengertian dan hubungan timbal balik. Jadi sistem sosial
akan mempengaruhi proses difusi inovasi, karena proses difusi inovasi terjadi
11dalam sistem sosial. Proses difusi melibatkan hubungan antar individu dalam
sistem sosial, maka jelaslah bahwa individu akan terpengaruh oleh sistem sosial
dalam menghadapi suatu inovasi. Berbeda sistem sosial akan berbeda pula proses
difusi inovasi, walaupun mungkin dikenalkan dan diberi fasilitas dengan cara
dan perlengkapan yang sama.
B. PROSES KEPUTUSAN INOVASI
1. Pengertian Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami)
individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya
inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi,
penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan
konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan
inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan
serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga
individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan
pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan
menerapkannya. Ciri pokok keputusan inovasi dan merupakan perbedaannya dengan
tipe keputusan yang lain ialah dimulai dengan adanya ketidak tentuan
(uncertainty) tentang sesuatu (inovasi). Misalnya kita harus mengambil
keputusan antara menghadiri rapat atau bermain olah raga, maka kita sudah tahu
apa yang akan dilakukan jika 12oleh raga begitu pula apa yang akan dilakukan
jika menghadiri rapat. Rapat dan olah raga bukan hal yang baru. Pertimbangan
dalam mengambil keputusan mana yang paling enguntungkan sesuai dengan kondisi
saat itu.
keputusan ini bukan keputusan inovasi. Tetapi jika kita
harus mengambil keputusan untuk mengganti penggunaan kompor minyak dengan
kompor gas, yang sebelumnya belum pernah tahu tentang kompor gas, maka
keputusan ini adalah keputusan inovasi.
Proses pengambilan keputusan mau atau tidak mau menggunakan kompor gas, dimulai
dengan adanya serba ketidak tentuan tentang kompor gas. Masih terbuka berbagai
alternatif, mungkin lebih bersih, lebih hemat, lebih tahan lama, tetapi juga
mungkin berbahaya, dan sebagainya. Untuk sampai pada keputusan yang mantap
menerima atau menolak ompor gas perlu informasi. Dengan kejelasan informasi
akan mengurangi ketidak tentuan dan berani mengambil keputusan.
2. Model Proses Keputusan Inovasi
Menurut Roger, proses keputusan inovasi terdiri dari 5
tahap, yaitu (a) tahap pengetahuan, (b) tahap bujukan, (c) tahap keputusan, (d)
tahap implementasi, dan (e) tahap konfirmasi. a. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu tahap pada saat
seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu 13bagaimana fungsi
inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi
membuka diri untuk engetahui inovasi.
Seseorang menyadari atau membuka diri terhadap suatu inovasi
tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif. Misalnya pada acara siaran
televise disebutkan berbagai macam acara, salah satu menyebutkan bahwa pada jam
9.30 akan ada siaran tentang metode baru
cara mengajar berhitung di Sekolah Dasar. Guru A yang mendengar dan
melihat acara tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru tersebut, maka pada
diri Guru A tersebut sudah mulai proses keputusan inovasi pada tahap
engetahuan. Sedangkan Guru B walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak ada
keinginan untuk tahu, maka belum terjadi proses keputusan inovasi.
Seseorang menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya
tentu berdasarkan pengamatannya tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhan,
minat atau mungkin juga kepercayaannya. Seperti contoh Guru A tersebut, berarti
ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia memerlukannya. Adanya inovasi
menumbuhkan kebutuhan karena kebetulan
ia merasa butuh. Tetapi mungkin juga terjadi bahkan karena seseorang butuh sesuatu maka untuk memenuhinya diadakan
inovasi. Dalam kenyataan di masyarakat hal yang kedua ini jarang terjadi,
karena banyak orang tidak tahu apa yang diperlukan.
Apalagi dalam bidang pendidikan, yang dapat merasakan
perlunya ada perubahan biasanya orang yang ahli, sedang guru sendiri belum
tentau mau menerima perubahan atau inovasi yang sebenarnya diperlukan untuk
14mengefektifkan pelaksanan tugasnya. Sebagaimana halnya menurut dokter,
kita perlu makan vitamin, tetapi kita tidak menginginkannya,
dan sebaliknya sebenarnya kita ingin sate tetapi menurut dokter justru sate
membahayakan kita. Setelah seseorang menyadari adanya inovasi dan membuka
dirinya untuk mengetahui inovasi, maka keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin
tahu tentang inovasi itu buka hanya berlangsung pada tahap pengetahuan saja
tetapi juga pada tahap yang lain bahkan sampai tahap konfirmasi masih ada
keinginan untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari inovasi.
b. Tahap Bujukan (Persuation)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi atau
tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan
mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan utama
bidang afektif atau perasaan. Seseorang tidak dapat menyenangi inovasi sebelum
ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang
memegang peran. Seseorang akan erusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi
dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini
berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi dan
sifat pribadinya. Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi
proses keputusan inovasi. 15Dalam tahap persiasi ini juga sangat penting peran
kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang.
Perlu ada kemampuan untuk memproyeksikan
penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada.
Untuk mempermudah proses mental itu, perlu adanya gambaran yang jelas tentang
bagaimana pelaksanaan inovasi, jika mungkin sampai pada konsekuensi inovasi.
Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan
menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil tahap persuasi akan
mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan dengan kata lain ada
kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dan enerapkan inovasi. Namun perlu diketahui
bahwa sebenarnya antara sikap dan aktivitas masih ada jarak. Orang menyenangi
inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara
pengetahuan-sikap, dan penerapan (praktek). Misalnya seorang guru tahu tentang
metode diskusi, tahu cara menggunaknnya, dan senang seandainya menggunakan,
tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor: tempat duduknya
tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar, dan takut bahan pelajarannya
tidak akan dapat disajikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Perlu ada
bantuan pemecahan masalah.
c. Tahap Keputusan (Decision)
Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika
seseorang melakukan kegiatan yang mengarah ntuk menetapkan menerima atau
16menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi.
Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia
mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu,
baru kemudaian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil
sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan
dipecah menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba
bagian demi bagian akan lebih cepat diterima.
Dapat juga terjdai percobaan cukup dilakukan sekelompok
orang dan yang lain cukup mempercayai dengan hasil percobaan temannya.
Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya pada setiap
tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya
penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada
tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya.
Ada dua macam penolakan inovasi yaitu: (a) penolakan aktif artinya penolakan inovasi
setelah melalui proses mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin
sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi, dan
(2) penolakan pasif artinya penolakan
inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara: pengetahuan,
persuasi, dan keputusan inovasi sering berjalan bersamaan. Satu dengan yang
lain saling 17berkaitan. Bahkan untuk jenis inovasi tertentu dan dalam kondisi tertentu dapat terjadi uruatan:
pengetahuan – keputusan inovasi – baru persuasi. d. Tahap Implementasi
(Implementation) Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi
apabila
seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap impelemntasi ini
berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerima gagasan
atau ide baru dibuktikan dalam praktek. Pada umumnya impelementasi tentu
mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal
sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal
ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
Kapan tahap implementasi berakhir? Mungkin tahap ini berlangsung dalam waktu
yang sangat lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri.
Tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf implementasi inovasi
berakhir jika penerapan inovasi itu sudah melembaga atau sudah menjadi hal-hal
yang bersifat rutin. Sudah tidak merupaka hal yang baru lagi.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara
inovasi yang sangat komplek dan sukar dimengerti, penerima inovasi kurang dapat
memahami inovasi karena sukar untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang
memungkinkan berbagai kemungkinan komunikasi,
apabila inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat luas,
kebanggaan akan inovasi yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan
reinvensi. 18
e. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan
terhadap
keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik
kembali keputusannya
jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan
informasi semula.
Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak
terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi yang
berlangsung dalam
waktu yang tak terbatas. Selama dalam konfirmasi seseorang
berusaha
menghindari terjadinya disonansi paling tidak berusaha
menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan
karena terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu
merasa dalam dirinya
ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang
disebut disonansi,
sehingga orang itu merasa tidak enak. Jika seseorang merasa
dalam dirinya
terjadi disonansi, maka ia akan berusaha untuk
menghilangkannya atau paling
tidak menguranginya dengan cara mengubah pengetahuannya,
sikap atau
perbuatannya. Dalam hubungannya dengan difusi inovasi, usaha
mengurangi
disonansi dapat terjadi:
(1) Apabila seseorang menyadari akan sesuatu kebutuhan dan berusaha
mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan
mencari
informasi tentang inovasi. Hal ini terjadi pada tahap
penegtahuan dalam
proses keputusan inovasi.
(2) Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah
bersikap menyenangi
inovasi tersebut, tetapi belum menetapkan keputusan untuk
menerima 19
inovasi. Maka ia akan berusaha untuk menerimanya, guna
mengurangi
adanya disonansi antara apa yang disenangi dan diyakini
dengan apa yang
dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan
tahap
implementasi dalam proses keputusan inovasi.
(3) Setelah seseorang menetapkan menerima dan menerapkan
inovasi,
kemudian diajak untuk menolaknya. Maka disonansi ini dapat
dikurangi
dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan
inovasi
(discontinuing). Ada kemungkinan lagi seseorang telah
menetapkan untuk
menolak inovasi, kemudian diajak untuk menerimanya. Maka
usaha
mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah
keputusan semula). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan
inovasi atau
mengikuti inovasi terlambat pada tahap konfirmasi dari
proses keputusan
inovasi.
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan
perubahan tingkah laku seseorang sehingga antara sikap,
perasaan, pikiran,
perbuatan sangat erat hubungannya bahkan sukar dipisahkan
karena yang satu
mempengaruhi yang lain. Sehingga dalam kenyataan
kadang-kdanag sukar
orang akan mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan
disenangi,
walaupun secara rasional diketahui ada kelemahannya. Oleh
karena sering
terjadi untuk menghindari timbulnya disonansi, maka itu
hanya berubah
mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan
kata lain 20
orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi
(selective
exposure).
Untuk menghindari terjadinya
dropout dalam penerimaan dan
implementasi inovasi (discontinu) peranan agen pembaharu
sangat dominan.
Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah
terpengaruh pada
informasi negatif tentang inovasi.
3. Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang
(individu) sebagai
anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem
sosial, yang
menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan
bersama atau
berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan
tersebut maka
dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi:
a. Keputusan inovasi opsional., yaitu pemilihan menerima
atau menolak
inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu
(seseorang)
secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan
anggota sistem
sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu mengambil
keputusan
itu berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi
interpersonal
dengan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakekat
pengertian keputusan
inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai
pengambil
keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
b. Keputusan inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk
menerima atau menolak
inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara
bersama-sama 21
berdasarkan kesepakatan anatar anggota sistem sosial. Semua
anggota
sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah
dinuatnya.
Misalnya, atas kesepakatan waraga masyarakat di setipa RT
untuk tidak
membuang sampah di sungai, yang kemudian disahkan pada rapat
antar
ketua RT dalam satu wialyah RW. Maka konsekuensinya semua
warga
RW tersebut harus mentaati keputusan yang telah dibuat
tersebut,
walaupun mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu yang
masih berkeberatan.
c. Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk
menerima atau menolak
inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang
atau
sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau
kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam
suatu
sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai
pengaruh atau
peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota sistem
sosial
tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh
unit
pengambil keputusan. Misalnya seorang pimpinan perusahaan
memutuskan agar sejak tanggal 1 Januari semua pegawai harus
memakai
seragam biru putih. Maka semua pegawai sebagai anggota
sistem sosial di
perusahaan itu harus tinggal melaksanakan apa yang telah
diputuskan oleh
atasannya.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan
(continuum) dari keputusan opsional (individu dengan penuh
tanggung jawab 22
secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan
keputusan kolektif
(individu memeproleh sebagian wewenang untuk mengambil
keputusan), dan
yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak
mempunyai hak
untuk ikut mengambil keputusan). Keputusan kolektif dan
otoritas banyak
digunakan dalam organisasi formal, seperti peruasahaan, sekaolah,
perguruan
tinggi, organisasi pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan
keputusan
opsional sering digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani,
konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota masyarakat
sebagai individu
bukan sebagai anggota organisasi tertentu.
Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi dengan
menggunakan
tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung pada
bagaimana
pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam
pelaksanaan keputusan
otoritas. Dapat juga terjadi bahawa keputusan opsional lebih
cepat dari
keputusan kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan
dalam
musyawarah antara anggota sistem sosial mengalami kesukaran.
Cepat
lambatnya difusi inovasi tergantung pada berbagai faktor.
Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarluaskan suatu
inovasi
dapat juga berubah dalam waktu tertentu. Rogers memberi
contoh inovasi
penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil (automobil
seat belts). Pada
mulanya pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada
pemiliki kendaraan
yang mampu membiayai pemasangannya. Jadi menggunakan
keputusan
opsional. Kemudian pada tahun berikutnya peraturan pemerintah 23
mempersyaratkan semua mobil baru harus dilengkapi dengan
tali pengaman.
Jadi keputusan inovasi pemasangan tali pengaman dibuat
secara kolektif.
Kemudian banyak reaksi terhadap peraturan ini, sehingga
pemerintah kembali
kepada peraturan lama keputusan menngunakan tali pengaman
diserahkan
kepada tiap individu (tipe keputusan opsional).
d. Keputusan inovasi kontingensi (contingent) yaitu
pemilihan menerima
atau menolak suatu inovasi, baru dapat dilakukan hanya
setelah ada
keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya di sebuah
perguruan
tinggi, seorang dosen tidak mungkin untuk memutuskan secara
opsional
untuk memakai komputer sebelum didahului keputusan oleh pimpinan
fakultasnya untuk melengkapi peralatan fakultas dengan
komputer. Jadi
ciri pokok dari keputusan inovasi kontingen ialah
digunakannya dua atau
lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani
suatu difusi
inovasi, terserah yang mana yang akan digunakan dapat
keputusan
opsional, kolektif atau otoritas.
Sistem sosial terlibat secara langsung dalam proses
keputusan
inovasi kolektif, otoritas dan kontingen, dan mungkin tidak
secara
langsung terlibat dalam keputusan inovasi opsional.24
C. PROSES INOVASI PENDIDIKAN
1. Pengertian Proses Inovasi Pendidikan
Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang
dilakukan
oleh individu atau organisasi, mulai sadar tahu adanya
inovasi sampai
menerapkan (implementasi) inovasi pendidikan. Kata proses
mengandung arti
bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu
terjadi perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan
selama proses itu
berlangsung akan berbeda antara orang atau organisasi satu
dengan yang lain
tergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap
inovasi. Demikian
pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu
terjadi perubahan yang
berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
2. Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba
mengidentifikasi
kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses itu
berlangsung serta
perubahan apa yang terjadi dalam proses inovasi, maka
hasilnya diketemukan
pentahapan proses inovasi seperti berikut:
a. Beberapa Model Proses Inovasi Yang berorientasi pada
Individual,
antara lain:
(1) Lavidge & Steiner (1961):
- Menyadari
- Mengetahui
- Menyukai
- Memilih
- Mempercayai
- Membeli 25
(2) Colley (1961):
- Belum menyadari
- Menyadari
- Memahami
- Mempercayai
- Mengambil tindakan
(3) Rogers (1962):
- Menyadari
- Menaruh perhatian
- Menilai
- Mencoba
- Menerima (Adoption)
(4) Robertson (1971):
- Persepsi tentang masalah
- Menyadari
- Memahami
- Menyikapi
- Mengesahkan
- Mencoba
- Menerima
- Disonansi
(5) Rogers & Shoemakers (1971):
Pengetahuan
a
Persuasi
(Sikap)
Keputusan
Konfirmasi
Menerima Menolak 26
(6) Klonglan & Coward (1970):
(7) Zaltman & Brooker (1971):
Menyadari
Informasi
Evaluasi
Menerima
Simbolik
Mencoba
Percobaan
Diterima
Menggunakan
Menolak
Simbolik
Percobaan
Ditolak
Persepsi
Memotivasi
Menyikapi
Legitimasi
Mencoba
Resolusi
Evaluasi
Menolak Menerima 27
b. Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi pada
Organisasi,
antara lain:
(1) Milo (1971):
- Konseptualisasi
- Tentatif adopsi
- Penerimaan Sumber
- Implementasi
- Institusionalisasi
(2) Shepard (1967):
- Penemuan ide
- Adopsi
- Implementasi
(3) Hage & Aiken (1970):
- Evaluasi
- Inisiasi
- Implementasi
- Routinisasi
(4) Wilson (1966):
- Konsepsi perubahan
- Pengusulan perubahan
- Adopsi dan Implementasi
(5) Rogers (1983):
Tahap-Tahap
Proses Inovasi
Kegiatan pokok pada tiap tahap
proses inovasi
I. Inisiasi (permulaan) Kegiatan pengumpulan informasi,
konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima
inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat
keputusan menerima inovasi
1. Agenda setting Semua permasalahan umum organisasi
dirumuskan guna menentukan kebutuhan inovasi,
dan diadakan studi lingkungan untuk
menentukan nilai potensial inovasi bagi
organisasi
2.Penyesuaian
(matching)
Diadakan penyesuain antara masalah organisasi
dengan inovasi yang akan digunakan, kenmudian direncanakan
dan dibuat desain 28
penerapan inovasi yang sudah sesuai dengan
masalah yang dihadapi
Keputusan untuk
menerima inovasi
II. Implementasi Semua kejadian, kegiatan, dan
keputusan dilibatkan dalam penggunaan
inovasi
3. Re-definisi/Re-strukturisasi 1) Inovasi dimodifikasi dan
re-invensi
disesuaikan situasi dan masalah
organisasi
2) Struktur organisasi disesuaikan
dengan inovasi yang telah
dimodifikasi agar dapat menunjang
inovasi.
4. Klarifikasi Hubungan antara inovasi dan organisasi
dirumuskan dengan sejelas-jelasnya
sehingga inovasi benar-benar dapat
diterapkan sesuai yang diharapkan
5. Rutinisasi Inovasi kemungkinan telah kehilangan
sebagian identitasnya, dan menjadi
bagian dari kegiatan rutin organisasi
(6) Zaltman, Duncan & Holbek (1973):
- Tahap Permulaan (Inisiasi)
(1) Langkah pengetahuan dan kesadaran
(2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
- Tahap Implementasi
(1) Langkah awal implementasi
(2) Langkah kelanjutan pembinaan
Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam
organisasi menurut Zaltman, Duncan, dan Holbek (1973).
Zaltman dan kawan-kawan membagi proses inovasi dalam
organisasi
menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan (initiation stage)
dan tahap 29
implementasi (implementation stage). Tiap tahap dibagi lagi
menjadi beberapa
langkah (sub stage).
I. Tahap Permulaan (Intiation Stage)
(1) Langkah pengetahuan dan kesadaran
Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau
material yang
diamati baru oleh unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu
adanya
inovasi menjadi masalah yang pokok. Sebelum inovasi dapat
diterima
calon penerima harus sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan
dengan
demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam
organisasi. Sebagaimana telah kita bicarakan pada waktu
membicarakan proses keputusan inovasi, maka timbul masalah
mana
yang dulu tahu dan sadar ada inovasi atau merasa butuh
inovasi. Maka
Rogers dan Shoemakers mengemukakan seperti mana dulu ayam
atau
telur, tergantung situasinya. Mungkin dapat tahu dan sadar
inovasi
baru merasa butuh atau sebaliknya.
Jika kita lihat kaitannya dengan organisasi, maka adanya
kesenjangan
penampilan (performance gaps) mendorong untuk mencari
cara-cara
baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya
karena sadar
akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa
dalam
organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan. Kemudian merubah
hasil
yang diharapkan, maka terjadi sejenjangan penampilan. 30
(2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap
inovasi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap
inovasi
memegang peranan yang penting untuk menimbulkan motivasi
untuk
ingin berubah atau mau menerima inovasi. Paling tidak ada
dua hal
dari dimensi sikap yang dapat ditunjukkan anggota organisasi
terhadap
adanya inovasi yaitu:
(a) sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai dengan
adanya:
- kemauan anggota organisasi untuk memeprtimbangkan inovasi.
- mempertanyakan inovasi (skeptic)
- merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampuan
organisasi dalam menjalankan fungsinya.
(b) memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang ditandai
dengan
adanya pengamatan yang menunjukkan:
- bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan
inovasi.
- organisasi telah pernah mengalami keberhasilan pada masa
lalu
dengan menggunakan inovasi.
- adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan
menggunakan inovasi serta siap untuk menghadapi
kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi. 31
Dalam mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota organisasi
terhadap proses inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga
perubahan
tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi formal. Jika
terjadi
perbedaan antara sikap individu terhadap inovasi dengan
perubahan
tingkah laku yang diharapkan oleh pimpinan organisasi, maka
terjadi
disonansi inovasi. Ada dua macam disonansi yaitu penerimaan
disonan
dan penolak disonan.
Empat macam tipe disonan-konsonan berdasarkan sikap
individu terhadap inovasi dan perubahan tingkah laku yang
diharapkan
oleh organisasi,dapat ditunjukkan dengan bagan sebagai
berikut:
Sikap anggota
terhadap inovasi
Perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh
organisasi formal
Menolak Menerima
Tidak Menyukai I. Penolak konsonan II. Penerima disonan
Menyukai III. Penolak disonan IV. Penerima konsonan
(Rogers and Shoemaker, 1971:31)
Penerima disonan terjadi jika anggota tidak menyukai
inovasi,
tetapi organisasi mengharapkan menerima inovasi. Sedangkan
penolak
disonan terjadi jika anggota menyenangi inovasi tetapi
organisasi
menolak inovasi. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971),
lama-lama
disonansi dapat terkurangi dengan dua cara yaitu:
(a) Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan
kemauan organisasi. 32
(b) Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalahgunakan
inovasi
atau menrapkan inovasi dengan penyimpangan, disesuaikan
dengan kemauan anggota organisasi
Mohr (dikutip oleh Zaltman, 1973), mengemukakan bahwa
berdasarkan hasil penelitiannya di bidang kesehatan,
menunjukkan
bahwa kemauan untuk menerima inovasi akan mengarah pada
penerapan inovasi jika disertai adanya motivasi yang tinggi
untuk mau
berbuat serta tersedia bahan atau sumber yang diperlukan.
Jika
persediaan sumber bahan yang diperlukan (resources) tinggi,
maka
dampak terhadap motivasi untuk menerapkan inovasi dapat
lipat 4 1/2
kali daripada jika persediaan sumber bahan rendah. Jadi untuk
melancarkan proses inovasi, perlu mempertimbangkan berbagai
variabel yang dapat meningkatkan motivasi serta tersedianya
sumber
bahan pelaksanaan (resources).
(3) Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi tentang potensi inovasi
dievaluasi.
Jika unit pengambil keputusan dalam organisasi menganggap
bahwa
inovasi itu memang dapat diterima dan ia senang untuk
menerimanya
maka inovasi akan diterima dan diterapkan dalam organisasi.
Demikian pula sebaliknya jika unit pengambil keputusan tidak
menyukai inovasi dan menganggap inovasi tidak bermanfaat
maka ia
kan menolaknya. Pada saat akan mengambil keputusan peranan 33
komunikasi sangat penting untuk memeperoleh informaso yang
sebanyak-banyaknya tentang inovasi. Sehingga keputusan yang
diambil benar-benar mantap dan tidak terjadi salah pilih yang dapat
mengakibatkan kerugian bagi organisasi.
II. Tahap Implementasi (Implementation Stage)
Pada langkah ini kegiatan yang dilakaukan oleh para anggota
organisasi ialah menggunakan inovasi atau menerapkan
inovasi. Ada dua
langkah yang dilakukan yaitu:
(1) Langkah awal (permulaan) implementasi
Pada langkah ini organisasi mencoba menerapkan sebagian
inovasi.
Misalnya setelah Dekan memutuskan bahwa semua dosen harus
membuat
persiapan mengajar dengan model Satuan Acara perkuliahan,
maka pada
awal penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu
mata
kuliah dulu, sebelum nanti akan berlaku untuk semua mata
kuliah.
(2) Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi
Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah
mengetahui
dan memahami inovasi, serta memperoleh pengalaman dalam
menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan menjaga
kelangsungannya.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan
Lembaga pendidikan formal seperti sekolah adalah suatu sub
sistem
dari sistem sosial. Jika terjadi perubahan dalam sistem
sosial, maka lembaga 34
pendidikan formal tersebut juga akan mengalami perubahan
maka hasilnya
akan berpengaruh terhadap sistem sosial. Oleh karena itu
suatu lembaga
pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan
nilai-nilai
budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat
menyiapkan diri menghadapi tantangan kemajuan jaman.
Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan
jika
dilacak biasanya bersumber pada dua hal yaitu: (a) kemauan
sekolah (lembaga
pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan
kebutuhan
masyarakat, dan (b) adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga
pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Antara
lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi hubungan yang
erat dan saling
mempengaruhi. Misalnya suatu sekolah telah dapat sukses
menyiapkan tenaga
yang terdidik sesuai denagn kebutuhan masyarakat, maka
dengan tenaga
terdidik berarti tingkat kehidupannya meningkat, dan cara
bekerjanya juga
lebih baik. Tenaga terdidik akan merasa tidak puas jika bekerja yang tidak
menggunakan kemampuan inteleknya, sehingga perlu adanya
penyesuaian
denagn lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu
terjadi perubahan
yang bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan
interaktif antara
lembaga pendidikan dan masyarakat.
Agar kita dapat lebih memahami tentang perlunya perubahan
pendidikan atau kebutuhan adanya inovasi pendidikan dapat
kita gali dari tiga
hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di
sekolah, yaitu: (a) 35
kegiatan belajar mengajar, (b) faktor internal dan eksternal, dan (c) sistem
pendidikan (pengelolaan dan pengawasan).
a. Faktor Kegiatan Belajar Mengajar
Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan
belajar
mengajar ialah kemampuan guru sebagai tenaga profesional.
Guru sebagai
tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalam
bidang
pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola
kegiatan belajar
mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu
terjadinya perubahan
tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan
institusional yang telah dirumuskan. Tetapi dalam
pelaksanaan tugas
pengelolaan kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai
faktor yang
menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan
belajar
mengajar adalah kegiatan yang kurang profesional, kurang
efektif, dan kurang
perhatian.
Sebagai alasan mengapa orang memandang tugas guru dalam
mengajar
mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain
dikemukakan bahawa:
(1) Keberhasilan tugas guru dalam mengelola kegiatan belajar
mengajar
sangat ditentukan oleh hubungan interpersonal antara guru
dengan siswa.
Dengan demikian maka keberhasilan pelaksanaan tugas
tersebut, juga
sangat ditentukan oleh pribadi guru dan siswa. Dengan
kemampuan guru
yang sama belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang
sama jika
menghadapi kelas yang berbeda, demikian pula sebaliknya
dengan kondisi 36
kelas yang sama diajar oleh guru yang berbeda belum tentu
dapat
menghasilkan prestasi belajar yang sama, meskipun para guru
tersebut
semuanya telah memenuhi persyaratan sebagai guru yang
profesional.
(2) Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan
yang terisolasi.
Pada waktu guru mengajar dia tidak mendapatkan balikan dari
teman
sejawatnya. Kegiatan guru di kelas merupakan kegiatan yang
terisolasi
dari kegiatan kelompok. Apa yang dilakukan guru di kelas
tanpa diketahui
oleh guru yang lain. Dengan demikian maka sukar untuk
mendapatkan
kritik untuk pengembangan profesinya. Ia menganggap bahwa
yang
dilakukan sudah merupakan cara yang terbaik.
(3) Berkaitan dengan kenyataan di atas tersebut, maka
sanagat minimal
bantuan teman sejawat untuk memeberikan bantuan saran atau
kritik guna
peningkatan kemampuan profesionalnya. Apa yang dilakukan
guru di
kelas seolah-olah sudah merupakan hak mutlak
tanggungjawabnya, orang
lain tidak boleh ikut campur tangan. Padahal apa yang
dilakukan mungkin
masih banyak kekurangannya.
(4) Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana
pengelolaan kegiatan
belajar mengajar yang efektif. Dan memang untuk membuat
kriteria
keefektifan proses belajar mengajar sukar ditentukan karena
sangat banyak
variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan belajar
siswa. Usaha
untuk membuat kriteria tersebut sudah dilakukan misalnya
dengan
digunakannya APKG (Alat Penilai Komptensi Guru). 37
(5) Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar
mengajar, guru
menghadapi sejumlah siswa yang berbeda satu dengan yang lain baik
mengenai kondisi fisik, mental intelektual, sifat, minat,
dan latar belakang
sosial ekonominya. Guru tidak mungkin dapat melayani siswa
dengan
memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang lain,
dalam jamjam pelajaran yang sudah diatur dengan jadual dan dalam waktu yang
sangat terbatas.
(6) Berdasarkan data adanya perbedaan individual siswa,
tentunya lebih tepat
jika pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan
cara yang
sangat fleksibel, tetapi kenyataannya justru guru dituntut
untuk mencapai
perubahan tingkah laku yang sama sesuai dengan ketentuan
yang telah
dirumuskan. Jadi anak yang berbeda harus diarahkan menjadi
sama. Jika
guru tidak dapat mengatasi masalah ini dapat menimbulkan
anggapan
diragukan kualitas profesionalnya.
(7) Guru juga menghadapi tantangan dalam uasaha untuk
meningkatkan
kemampuan profesionalnya, yaitu tanpa adanya keseimbangan
antara
kemampuan dan wewenangnya mengatur beban tugas yang harus
dilakukan, serta tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa adanya
insentif
yang menunjang kegiatannya. Ada kemauan guru untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya, mungkin dengan cara belajar
sendiri atau
mengikuti kuliah di perguruan tinggi, tetapi tugas yang harus dilakukan
masih terasa berat, jumlah muridnya dalam satu kelas 50
orang, masih 38
ditambah tugas administratif, ditambah lagi harus melakukan
kegiatan
untuk menambah penghasilan karena gaji pas-pasan, dan masih
banyak
lagi faktor yang lain. Jadi program pertumbuhan jabatan atau
peningkatan
profesi guru mengalami hambatan.
(8) Guru dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar
mengajar
mengalami kesulitab untuk menentukan pilihan mana yang
diutamakan
karena adanya berbagai macam tuntutan. Dari satu segi
meminta agar guru
mengutamakan keterampilan proses belajar, tetapi dari sudut
lain dia
dituntut harus menyelesaikan sajian materi kurikulum yang
harus
diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan, karena
menjadi bahan ujian negara/nasional. Demikian pula dari satu segi guru
dituntut menekankan perubahan tingkat laku afektif, tetapi
dalam evaluasi
hasil belajar yang dipakai untuk menentukan kelulusan siswa
hanya
mengutamakan aspek kognitif. Apa yang harus dipilih guru?
Melayani
semua tuntutan?
Dari data tersebut menunjukkan bagaimana uniknya kegiatan
belajar
mengajar, yang memungkinkan timbulnya peluang untuk
munculnya pendapat
bahwa profesional guru diragukan bahkan ada yang mengatakan
bahwa
jabatan guru itu ”semi profesional” , karena jika
profesional yang penuh tentu
akan memberi peluang pada anggotanya untuk: (a) menguasai
kemampuan
profesional yang ditunjukkan dalam penampilan, (b) memasuki anggota
profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya,
diawasi oleh kelompok 39
profesi, (c) ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan
bersama antar
sesama anggota profesi. (Zaltman, Florio, Sikoski, 1977).
Dengan berdasarkan adanya kelemahan-kelemahan dalam
pelaksanaan
pengelolaan kegiatan belajar mengajar tersebut maka dapat
merupakan sumber
motivasi perlunya ada inovasi pendidikan untuk mengatasi
kelemahan
tersebut, atau bahkan dari sudut pandang yang lain dapat juga dikatakan
bahwa dengan adanya kelemahan-kelemahan itu maka sukar
penerapan inovai
pendidikan secara efektif.
b. Faktor Internal dan Eksternal
Satu keunikan dari sistem pendidikan ialah baik pelaksana
maupun
klien (yang dilayani) adalah kelompok manusia. Perencana
inovasi pendidikan
harus memperhatikan mana kelompok yang mempengaruhi dan
kelompok
yang dipengaruhi oleh sekolah (sistem pendidikan).
Faktor internal yang mempengaruhi pelaksanaan sistem
pendidikan
dan dengan sendirinya juga inovasi pendidikan ialah siswa.
Siswa sangat besar
pengaruhnya terhadap proses inovasi karena tujuan pendidikan
untuk
mencapai perubahan tingkah laku siswa. Jadi siswa sebagai
pusat perhatian
dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan berbagai macam kebijakan
pendidikan.
Faktor eksternal yang mempunyai pengaruh dalam proses
inovasi
pendidikan ialah orang tua. Orang tua murid ikut mempunyai
peranan dalam 40
menunjang kelancaran proses inovasi pendidikan, baik ia
sebagai penunjang
secara moral membantu dan mendorong kegiatan siswa untuk melakukan
kegiatan belajar sesuai dengan yang diharapkan sekolah,
maupun sebagai
penunjang pengadaan dana.
Para ahli pendidik (profesi pendidikan) merupakan faktor
internal dan
juga faktor eksternal, seperti: guru, administrator
pendidikan, konselor, terlibat
secara langsung dalam proses pendidikan di sekolah. Ada juga
para ahli yang
di luar organisasi sekolah tetapi ikut terlibat dalam
kegiatan sekolah seperti:
para pengawas, inspektur, penilik sekolah, konsultan, dan
mungkin juga
pengusaha yang membantu pengadaan fasilitas sekolah.
Demikian pula para
panatar guru, staf pengembangan dan penelitian pendidikan,
para guru besar,
dsoen, dan organisasi persatuan guru, juga merupakan faktor
yang sangat
besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan sistem pendidikan
atau inovasi
pendidikan. Namun apakah mereka termasuk faktor internal atau
eksternal
agak sukar dibedakan, karena guru sebagai faktor internal
tetapi juga menjadi
anggota organisasi persatuan guru, yang dapat dipandang
sebagai faktor
eksternal.
Yang penting untuk diketahui bahwa seorang yang akan
merencanakan
inovasi pendidikan, ahrus memperhatikan berbagai faktor
tersebut, apakah itu
internal atau eksternal. 41
c. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan aturan
yang dibuat oleh pemerintah. Penanggung jawab sistem
pendidikan di
Indonesia adalah
Departemen Pendidikan Nasional yang mengatur seluruh
sistem berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan.
Dalam kaitan dengan adanya berbagai macam aturan dari
pemerintah
tersebut maka timbul permasalahan sejauh mana batas
kewenangan guru
untuk mengambil kebijakan dalam melakukan tugasnya dalam rangka
menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Demikian
pula sejauh
mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk
meningkatkan
kemampuan profesionalnya guna menghadpi tantangan kemajuan
jaman.
Dampak dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan
profesional
serta keterbatasan kewenangan mengambil kebijakan dalam
melaksanakan
tugas bagi guru, dapat menyebabkan timbulnya siklus otoritas
yang negatif.
Siklus otoritas yang negatif bagi guru yang dikemukakan oleh
Florio (1973)
yang dikutip oleh Zaltman (1977) adalah guru memiliki
keterbatasan
kewenangan dan kemampuan profesional, menyebabkan tidak
mampu untuk
mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya untuk
menghadapi
tantanagan kemajuan jaman. Rasa ketidakmampuan menimbulkan
frustasi dan
bersikap apatis terhadap tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya. Sikap apatis
dan rasa frustasi mengurangi rasa tanggung jawab dan rasa
ikut terlibat
(komitmen) dalam pelaksanaan tugas. Dampak dari sikap
apatis, kurang 42
semangat berpartisaipsi dan kurang rasa tanggung jawab dalam
pelaksanaan
tugas, menyebabkan tmapak dari luar sebagai guru yang kurang
mampu atau
tidak profesional. Dengan adanya tanda-tanda bahwa guru kurang mampu
melaksanakan tugas maka mengurangi keprcayaan atasan
terhadap guru.
Dengan adanya ras kurang percaya menyebabkan timbulnya
kecurigaan atau
tidak jelasan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki oleh
guru. Karena
atasan mengaanggap tidak memperoleh kejelasan tentang
tanggung jawab
pengguanaan wewenang serta kemampuan profesional yang
dimiliki guru,
maka dibatasi pemberian wewenang dan kesempatan
mengembangkan
kemampuannya. gingat
RANGKUMAN
Pemahaman terhadap proses inovasi pendidikan berorientasi
pada individu yang
merupakan dasar untuk memahami proses inovasi dalam
organisasi. Melalui
pemahaman proses difusi inovasi dalam organisasi akan
mempermudah
memahami proses difusi pendidikan mengingat komponen-komponen
pelaksanaan pendidikan merupakan suatu organisasi.
Proses keputusan inovasi adalah proses yang harus dilalui
individu untuk
mengambil suatu keputusan mulai tahu adanya inovasi,
dilanjutkan keputusan
setuju terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau
menolak adanya
inovasi, implementasi inovasi dan konfirmasi terhadap
keputusan inovasi yang
diambilnya. Dengan demikian keputusan inovasi merupakan
perbedaan dengan 43
tipe keputusan yang lain dimulai adanya ketidaktentuan dan
ketidakpastian
tentang sesuatu inovasi.
LATIHAN
Sebagai bahan latihan
jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut. Lakukanah
melalui diskusi bersama teman Anda agar menjadi lebih mantap
dalam memahami
materi Proses Inovasi Pendidikan.
1. Kemukakan pengertian tentang difusi inovasi?
2. Jelaskan pengertian tentang diseminasi inovasi?
3. Sebutkan dan jelaskan 4 elemen difusi inovasi?
4. Jelaskan pengertian tentang proses keputusan inovasi?
5. Sebutkan dan jelaskan 5 tahap proses keputusan inovasi?
6. Jelaskan pengertian tentang proses inovasi pendidikan?
7. Sebutkan model-model proses inovasi yang berorientasi
pada individual?
8. Sebutkan model-model proses inovasi yang berorientasi
pada organisasi?
9. Sebutkan dan jelaskan proses inovasi yang dikemukan
Zaltman, Duncan, dan
Holbek
PETUNJUK JAWABAN LATIHAN
1. Difusi ialah proses komunikasi inovasi antara anggota
sistem sosial dengan
menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. 44
2. Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang
direncanakan, diarahkan
dan dikelola pelaksanannya
3. Empat elemen pokok difusi inovasi, yaitu: inovasi, komunikasi, dengan
saluran tertentu, waktu, da anggota sistem sosial.
4. Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui atau
dialami oleh individu
atau unit pengambil keputusan yang lain,
5. Lima tahap proses keputusan inovasi, yaitu: tahu adanya
inovasi, penentuan
sikap meneyenagi atau tidak meneyenangi inovasi, penetapan
keputusan
menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan
konfirmasi
terhadap inovasi.
6. Proses inovasi dalam organisasi ialah serangkaian
aktivitas yang dilakukan
seseroang mulai dari mengenal inovasi samapai dengan
mnerapkan inovasi.
7. Model proses inovasi yang berorientai pada individual
8. Model proses inovasi yang berorientsi pada organisasi
9. Proses inovasi menurut Zaltman, Duncan, dan Holbek
I. Tahap Permulaan (Inisiasi)
1. Langkah pengetahuan dan kesadaran
2. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
II. Tahap Implementasi
1. Langkah awal implementasi
2. Langkah kelanjutan pembinaan 45
RANGKUMAN
Pada hakekatnya yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan
inovasi
adalah adalah individu atau priabadi sebagai anggota sistem
sosial (warga
masyarakat). Maka dengan demikian maka pemahaman tentang
proses inovasi
pendidikan yang berorientasi pada individu tetap merupakan
dasar untuk
memahami proses inovasi dalam organisasi.
Dengan memahami proses difusi inovasi dalam organisasi akan
mudah
untuk memahami proses difusi pendidikan, karena pada
dasarnya pelaksana
pendidikan beserta komponen-komponennya adalah suatu
organisasi.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar di atas caranya
1. Masukkan Komentar anda di kolom komentar
2. Pada Kotak "Beri Komentar sebagai" pilih akun yang ada pada pilihan.
3. klik publikasikan.
5. isi code capta
6. tekan enter atau publikasikan.
Anda di perbolehkan berkomentar dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Komentar jangan mengandung SARA dan PORNO
2. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.
3. Tidak Boleh SPAM
4. Jangan meninggalkan Link aktif pada komentar. Komentar dengan Link Aktif akan dihapus.
5. Berkomentarlah sesuai dengan topik artikel