Tugas Individu
Amriani Hamzah
094304023
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
2012
Alasan pentingnya koordinasi dalam
tahapan implementasi kebijakan:
·
Agar
ada kejelasan arah, tujuan dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan implementasi sebuah kebijakan public
·
Akan
menumbuhkan kesatupaduan tindakan dan metode yang akan dipakai dalam implementasi
kebijakan public
·
Memungkinkan
sharing of information dari berbagai agen pelaksana kebijakan
·
Memungkinkan
partisipasi dan keterlibatan intensif dari berbagai elemen dan public
·
Memungkinkan
pembagian pekerjaan yang jelas antara pelaksana kebijakan baik di tingkat pusat
maupun daerah
Agar koordinasi dalam implementasi
kebijakan dapat berjalan dengan baik :
·
Adanya
kesesuaian yang jelas antara kebijakan yang diambil dengan keputusan pelaksanaannya
·
Perlakuan
yang sama terhadap semua lembaga atau pihak yang terlibat
·
Perilaku
yang baik dari para pegawai yang mengimplementasikan kebijakan tersebut
·
Adanya
penghargaan yang kuat dari para implementer terhadap prosedur dan proses yang
mesti dilalui dalam implementasi kebijakan termasuk ketaatan terhadap
konsistensi terhadap deadline dari setiap tahapan dalam implementasi kebijakan
·
Adanya
kejelasan tentang kebijakan dan tindakan pemerintah tentang apa diinginkan dan
akan dilakukan
4.
Kegagalan Implementasi
Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat
kegagalan dari implementasi kebijakan public
·
Spesifikasi
kebijakan yang tidak lengkap
·
Instansi
yang tidak cocok
·
Tujuan
yang saling berlawanan
·
Insentif
tidak memadai
·
Ketidak
jelasan arah implementasi
·
Keterbatasan
keahlian
·
Sumberdaya
administrasi yang terbatas
·
Kegagalan
komunikasi
BAB VII
EVALUASI KEBIJAKAN
1.
Konteks Evaluasi Kebijakan
Evaluasi
kebijakan dilakukan setelah kebijakan public itu diimplementasikan dalam rangka
untuk menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan dan
keefisienannya. Dilakukan secara serius, jujur dan professional. Tujuannya:
·
Untuk
menguji apakah kebijakan yang diimplementasikan telah mencapai tujuannya
·
Untuk
menunjukan akuntabilitas pelaksana public terhadap kebijakan yang telah
diimplementasikan
·
Untuk
memberikan masukan pada kebijakan-kebijakan public yang akan datang
Kebijakan dapat
membantu dalam hal:
·
Menilai
apakah kebijakan itu masih relevan untuk dipertahankan dalam konteks perubahan
dewasa ini
·
Memberikan
pemikiran apakah ada cara lain yang lebih efektif efisien dalam implementasi
kebijakan
·
Menguji
apakah dampak kebijakan yang diinginkan sudah tercapai sebagaimana yang
tertulis
·
Menilai
apakah program tersebut perlu diperluas, dipersempit, diperpanjang atau mungkin
dihentikan sama sekali
·
Memutuskan
apakah pada masa yang akan dating sumber daya pendukung kebijakan tersebut
perlu ditambah, dikurangi atau dihentikan total.
·
Membantu
meningkatkan kredibilitas pemerintah khususnya berkaitan dengan akuntabilitas
kebijakan public pada umumnya
2.
Siapakah Evaluator Itu?
Sejalan dengan
asas demokrasi dalam penyelenggaraan urusan public semua orang berhak untuk
melakukan kajian dan evaluasi terhadap sebuah kebijakan public, Indonesian
Corruption Watch, Local Government Watch, Legislative Watch contohnya. BPK,
BPKP, DPR, DPRD merupakan elamen evaluasi kebijakan public utama yang mempunyai
legitimasi formal untuk menentukan kegagalan, keberhasilan atau penyelewengan
kebijakan public.
3.
Tipe-Tipe Evaluasi
Menurut Finance ada 4 dasar tipe
evaluasi sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai,
yaitu:
·
EvaluasiKecocokan
yang menguji dan mengevaluasi apakah kebijakan yang sedang berlangsung cocok
untuk dipertahankan atau apakah kebijakan baru dibutuhkan untuk mengganti
kebijakan yang lama.
·
Evaluasi
Efektifitas yang menguji dan menilai apakah program kebijakan tersebut
menghasilkan hasil dan dampak kebijakan yang diharapkan. Apakah tujuan yang ingin
dicapai terwujud. Apakah dampaknya sebanding dengan usaha yang telah dilakukan.
·
Evaluasi
Efesiensi yang menguji dan menilai berdasarkan tolak ukur ekonomis
·
Meta
Evaluasi yang menguji dan menilai proses evaluasi itu sendiri.
4.
Pengukuran Evaluasi
Secara umum evaluasi kinerja kebijakan
mengacu pada 4 indikator pokok, yaitu:
·
Indicator
Input, yang menilai apakah sumberdaya pendukung ( uang, manusia dan
infrastruktur pendukung) dan bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan.
·
Indicator
Outputs, yang menilai hasil atau produk yang dapat dihasilkan dari sistim atau
proses kebijakan public.
·
Indicator
Proses, yang menilai bagaimana sebuah kebijakan ditransformasikan dalam bentuk
pelayanan langsung kepada masyarakat.
·
Indicator
Outcomes (dampak) yang focus pada pertanyaan dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang terkena
kebijakan.
5.
Penemuan, Rekomendasi Dan Implikasi
Evaluasi terhadap kebijakan pasti
menghasilkan temuan, baik positif maupun negative.
Atas temuan itu muncul rekomendasi
dengan tiga alternative utama, yaitu:
·
Kebijakan
itu tetap dipertahankan sesuai dengan kondisi saat itu
·
Kebijakan
itu diperluas cakupannya karene berhasil baik
·
Kebijakan
itu dihentikan karena tidak mencapai target yang diinginkan
BAB VIII
UMPAN BALIK KEBIJAKAN
1.
Tahap Sering Terlupakan
Alasan umpan balik tidak mendapat porsi
perhatian yang cukup dalam kebijakan public:
·
Sebagian
besar praktisi kebijakan public Indonesia berpendapat bahwa proses kebijakan
public berakhir pada evaluasi
·
Sebagian
besar praktisi kebijakan beranggapan bahwa umpan balik sebagai proses penyerapan
aspirasi rakyat sudah cukup dilakukan dalam proses pembuatan keputusan yang
dilakukan melalui tahapan agenda setting dan analisis kebijakan.
·
Karena
umpan balik merupakan wujud dari demokrasi dimana melibatkan opini public
biasanya memerlukan waktu lama maka sebagian besar praktisi kebijakan memilih
untuk tidak melakukan karena pertimbangan praktis ini.
·
Umpan
balik kadang-kadang justru dianggap sebagai factor yang bias saja menyebabkan
kegagalan kebijakan public.
2.
Arti Penting Umpan Balik
1. Merupakan sebuah political
correctness yang bertujuan memberikan masukan untuk mengkoreksi berbagai kesalahan yang telah
dilakukan dalam tahapan sebelumnya.
2. Memberikan legitimasi baru bagi
sebuah kebijakan public
3. Memungkinkan partisipasi politik
rakyat yang lebih banyak dan lebih baik.
4. Memberikan kesempatan pemerintah dan
masyarakat bertukar fikiran, pendapat dan
gagasan mengenai sebuah kebijakan.
5. Merupakan upaya pembantuan untuk
meringankan beban pemerintah.
3.
Strategi Umpan Balik
Ada beberapa straregi yg bisa ditempuh:
1. Brainstorming (strategi curah fikir)
tidak hanya dilakukan dalam perencanaan, tapi bias juga dilakukan dalam tahapan
pasca evaluasi kebijakan, yaitu dalam rangka mendapatkan masukan-masukan baru
untuk kebijakan-kebijakan sejenis pada masa yang akan dating.
2. Seminar dan Lokakarya
3. Survey, yang merupakan bagian dari
tahap penelitian.
4. Public Opinion Polling (Strategi
Pengumpulan Pendapat)
5. Strategi TurunKe bawah adalah bentuk
konsultasi public dimana para pembuat keputusan melakukan studi langsung ke
lapangan guna mendapatkan berbagai masukan dan tanggapan.
6. Public Meeting (Strategi Pertemuan
Umum) misalnya rembug desa.
4.
Hambatan Di Lapangan
Hambatan dalam melaksanakan umpan balik:
1.Keengganan (unwillingness), karena
butuh waktu lama dan biaya yang mahal
2.Ketidaktahuan yang membuat tidak
peduli dengan umpan balik
3.KeterbatasanKemampuan
4. Merasa tidak diperlukan
5.Keterbatasan partisipasi
BAB IX
KASUS KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH: CATATAN KRITIS
1.
Salah Kaprah Otonomi Daerah Di Indonesia
A.Konsep otonomi daerah itu sendiri,
yang seharusnya desentralisasi, karena desentralisasi merupakan transfer of
management from the central to local governments.
B. Fungsi pemerintah pusat dan
organisasinya, dalam hal ini tidak ada alas an bagi daerah untuk menolak,
dikoordinasi, disupervisi ataupun dievaluasi oleh pemerintah pusat serta
perangkatnya.
C. MenyangkutKewenangan yang berbeda
antara pusat dan daerah sesuai dengan maksud dan kepentingan masing-masing.
D. Struktur organisasi dan tata kerja.
E. Arogansi daerah
F.Konsep Putra Daerah yang bias
berkembang menjadi sikap anti pluralism.
G. Menyangkut tentang DPRD
G. Menyangkut tentang DPRD
H. Menyangkut soal manajemen keuangan.
I. Anggaran pembangunan yang sangat
kecil disbanding anggaran rutin
J. Menyangkut inkonsistensi kebijakan.
K. Banyak Perda
dan Retribusi yang berupa pungutan daerah
Masalah yang dihadapi dalam implementasi
otonomi daerah:
·
UU
No. 22/1999 dan 25/1999, kebijakan yang sangat gegabah dan tidak hati-hati
karena UU tersebut bukan merupakan kesepakatan Pusat dan daerah, tapi lebih
karena desakan dan kepentingan politik tertentu khususnya oleh Pusat.
·
Penyerapan
pegawai pusat ke daerah yang tidak ditangani dengan baik.
·
Akuntabilitas
yang dipertanyakan.
·
Kepemimpinan
pemerintah pusat untuk melaksanakan otonomi daerah yang terbatas dan lebih
banyak memberikan perintah ketimbang turun ke bawah memberikan supervise,
teladan dan koordinasi.
2.
Sistim Politik Lokal Tidak Ideal
Hal ini dilihat dari tiga aspek, yaitu:
·
KrisisKeterwakilan
yaitu kondisi dimana rakyat pemilih tidak lagi mempercayai bahwa wakilnya mampu
mengelola aspirasinya diikuti dengan ketidak sensitifan anggota perwakilan
untuk merespon nasib rakyat.
·
Nuansa
Kepentingan Pribadi
·
PertanggungjawabanYang
Tidak Akuntabel
3.
Pemilihan kepala Daerah Langsung: Solusi Ideal
Kondisi
yang palind ideal pada konteks otonomi daerah saat ini, khususnya untuk mengikis
krisis keterwakilan dan krisis kualitas parpol adalah perlunyaKepala daerah (Gubernur,
Walikota/Bupati) dipilih langsung olrh rakyat daerahnya sehingga bertanggung
jawab kepada rakyat dan tidak melalui agen , yakni DPRD. Selain Pilkada
langsung sebagai alternative solusi, ada beberapa masukan yang bias dijadikan
dasar pemikiran untuk memperbaiki implementasi otonomi daerah, yaitu:
·
Perlunya
pendampingan kepada daerah agar mereka mampu melaksanakan otonomi daerah atas
dasar kerangka dasar intelektual, kepraktisan dan kemampuan teknis yang
mendasar.
·
Penelitian
yang mendalam tentang implementation plan sehingga daerah punya kejelasan arah
dan tujuan dari otonomi daerah.
·
Harus
mempertimbangkan bottom up management dalam rangka pendemokrasian
lembaga-lembaga di daerah baik legislative maupun eksekutif.
·
Menuntaskan
PP dan nturan lainnya yang tidak controversial sehingga kejelasan implementasi
menjadi nyata dan tidak berbenturan satu sama lain.
·
Harus
mengembangkan transition plan
·
Harus
ada kejelasan tentang kewenangan pengelolaan yang lebih jelas dan transparan
kepada daerah.
4.
Masa Depan Otonomi Daerah
Berdasarkan pada
pratek kesalah kaprahan dan ketidak idealan sistim politik local saat ini, masa
depan otonomi daerah di Indonesia akan diwarnai empat hal pokok:
·
Otonomi
daerah di Indonesia akan diwarnai dengan eksperimen (full trials and errors)
·
Akan
penuh dinamika
·
Akan
diwarnai kekecewaan yang berasal dari Pusat maupun Daerah atau masyarakat umum
yang tidak puas dengan penyelenggaraan otonomi daerah.
·
Akan
diwarnai inkonsistensi kebijakan.
BAB X
PENUTUP
1.
Prospek Ke Depan
Kebijaka
public ke depan akan sangat dibutuhkan khususnya bagaimana menyusun kebijakan yang sesuai dengan kehendak dan
aspirasi umum. Analisis-analisis kebijakan akan semakin dibutuhkan khususnya
dalam rangka memberikan bantuan dan kontribusi terhadap lembaga-lembaga
pembuatan kebijakan public di Pusat maupun Daerah.
2.
Kebijakan Dan Teknologi Informasi
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari
perkembangan teknologi informasi bagi ilmu kebijakan public:
·
Teknologi
Informasi akan banyak membantu dan menyumbangkan berbagai informasi yang
berkembang di lingkungan masyarakat.
·
Teknologi
informasi memungkinkan benchmarking dari berbagai praktek yang terjadi di
dunia, kemudian dijadikan sebagai masukan dalam rangka menyusun kebijakan
public yang akuntabel dan demokratis.
·
Teknologi
informasi memungkinkan para analisis dan pembuat kebijakan dapat lebih intens
melakukan kontak satu sama lain karena ketidakterbatasan untuk saling
berhubungan.
·
Teknologi
informasi memungkinkan umpan balik yang cepat sesuai kebutuhan analisis dan
pembuat kebijakan.
3.
Kebijakan Dan Manajemen Publik
Ke
depan, kebijakan dan manajemen public akan semakin dibutuhkan dan berkembang dan tentunya membutuhkan inovasi-inovasi
baru dalam rangka menyempurnakan praktek kebijakan dan manajemen public di
Indonesia.
4.
Kebijakan Dan Otonomi Daerah
Untuk
memberdayakan Daerah, kedepannya berbagai stakeholders yang ada khususnya para
pihak perguruan tinggi, lembaga penelitian, pusat-pusat kajian dan berbagai
lembaga riset lainnya harus memberikan kesempatan yang lebih luas kepada Daerah
dengan jalan memberikan pendampingan dan transfer of knowledge sehingga suatu
saat Daerah benar- benar mampu merencanakan kebijakan publiknya sendiri. Bukan
seperti sekarang ini, Daerah memilih dibuatkan rencana kebijakan atau tugas
lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar di atas caranya
1. Masukkan Komentar anda di kolom komentar
2. Pada Kotak "Beri Komentar sebagai" pilih akun yang ada pada pilihan.
3. klik publikasikan.
5. isi code capta
6. tekan enter atau publikasikan.
Anda di perbolehkan berkomentar dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Komentar jangan mengandung SARA dan PORNO
2. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.
3. Tidak Boleh SPAM
4. Jangan meninggalkan Link aktif pada komentar. Komentar dengan Link Aktif akan dihapus.
5. Berkomentarlah sesuai dengan topik artikel