Kegiatan-kegiatan dalam manajemen pelatihan meliputi:
1. Menetapkan sasaran,
2. Perencanaan/Mendesain Program pelatihan,
3. Pelaksanaan,
4. Pengecekan/Pengawasan dan pengendalian,
5. Pengembangan pendidikan dan pelatihan
A. MENETAPKAN SASARAN
Yang dimaksud dengan sasaran pelatihan yaitu: membentuk,
meningkatkan dan mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, serta keterampilan,
agar dapat mencapai standar tertentu yang diinginkan.
Setelah menetapkan sasaran, kegiatan berikutnya adalah
membuat perencanaan atau mendesain/merancangbangun program pelatihan.
B. PERENCANAAN/MENDESAIN PROGRAM PELATIHAN
Perencanaan adalah menentukan kebutuhan latihan berikut
rekomendasinya. Menyusun pola dan program latihan sesuai rekomendasi berikut
metode dan sarana latihan.
Mendesain program pelatihan merupakan kegiatan awal dari
persiapan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan/diklat yang sangat penting.
Di samping mempunyai tujuan menghasilkan program yang bermutu dan sesuai dengan
kebutuhan peserta dan organisasinya, juga dapat menetapkan strategi diklat
(menentukan perlu diklat atau pendidikan di luar diklat). Seorang desainer
pembelajaran diklat pertama-tama ia harus menggali model-model pembelajaran
yang ada, pemakaian model pada desain program pembelajaran sangat bermanfaat
dalam menghasilkan program yang berkualitas dan realistis.
Manfaat menggunakan model adalah:
1.Menjelaskan hubungan aspek perilaku manusia dan
interaksinya.
2.Mengintegrasikan apa yang diketahui melalui riset dan observasi.
3.Menyederhanakan proses kemanusiaan yang kompleks.
4.Petunjuk observasi.
Desain (rancangbangun) adalah proses
perencanaan yang menggambar-kan urutan kegiatan (sistematika) mengenai suatu
program. Ada tiga unsur penting yang harus diperhatikan:
1. maksud (apa yang harus dicapai);
2. metode (bagaimana mencapai tujuan);
3. format (dalam keadaan bagaimana penentuan rancangbangun
yang Anda ingin capai).
Pertanyaan mendasar tentang setiap rancangbangun pelatihan:
1.Apakah orang/kelompok yang membuat rancangbangun dapat
mencapai tujuan kegiatannya?
2.Tingkat pengetahuan dan keterampilan apa yang disyaratkan
bagi peserta?
3.Berapa waktu yang diperlukan?
4.Apakah perencanaan ini sesuai untuk ukuran kelompok?
5.Keterampilan apa yang disyaratkan untuk melaksanakan
perencanaan?
Beberapa hal yang harus diperhatikan selain tujuan, metode,
dan format yaitu:
1.Alokasi waktu, berapa waktu yang dibutuhkan untuk
menyiapkan rancangbangun?
2.Apa yang akan dilakukan agar peserta terlibat dan
berpartisipasi?
3.Pokok/kunci dan atau instruksi, ide apa yang disajikan,
dan apa yang sebenarnya diinginkan dari partisipasi peserta?
4.Materi/bahan apa yang dibutuhkan, atau apa kebutuhan
peserta?
5.Pengaturan (bagaimana mengetahui lingkungan fisik agar
rancang-bangun bisa berhasil)?
6.Penilaian apa yang harus dibuat, alat atau diskusi apa
yang diinginkan oleh peserta sebelum melanjutkan ke kegiatan berikutnya?
Tujuan rancangbangun
Adapun tujuan rancangbangun/perencanaan pelatihan adalah:
1.Mengetahui secara sistematis tahapan kegiatan pelatihan
yang akan dilaksanakan.
2.Mengetahui aspek-aspek atau unsur-unsur pelatihan yang
menjadi fokus.
3.Mengetahui model yang digunakan.
4.Menyiapkan bahan-bahan dan metode yang digunakan.
Manfaat rancangbangun
1.Merupakan pedoman/acuan dalam pelaksanaan pelatihan.
2.Menyiapkan bahan-bahan dan metode yang digunakan.
Prinsip rancangbangun
1.Menetapkan pendekatan yang digunakan.
2.Menetapkan model yang digunakan.
3.Menetapkan langkah-langkah dan unsur-unsur pelatihan.
Beberapa model rancangbangun
1.Model Pusdiklat Depdiknas.
2.Model Leonard Nadler (Critical Events).
3.Model Steppes Depdiknas.
4.Model ELC.
5.Model Pendekatan Pembelajaran Integratif.
Berdasarkan hasil diskusi atau penggalian informasi melalui
pelaksanaan PRA atau wawancara dapat diketahui adanya kebutuhan pelatihan atau
pelatihan yang diinginkan oleh kelompok masyarakat tadi. Jika ada beberapa
usulan jenis pelatihan sedangkan dana untuk itu terbatas, maka perlu dilakukan
pemilihan jenis pelatihan yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan.
Pemilihan jenis pelatihan dilakukan melalui suatu diskusi
dengan masyakat yang bersangkutan dalam suatu pertemuan khusus. Juga
disesuaikan dengan ketersediaan dana.
Secara garis besar jenis pelatihan dapat digolongkan ke
dalam 2 kelompok yakni :
1.Pelatihan teknis yakni pelatihan yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang usaha kehutanan.
Contoh-contoh pelatihan yang termasuk kategori ini antara lain :
a.Pelatihan budidaya lebah madu.
b.Pelatihan budidaya ulat sutera.
c.Pelatihan agroforestry.
d.Pelatihan pembuatan pupuk organik.
e.Pelatihan pembuatan budidaya tanaman pakan ternak.
f.Pelatihan gaharu.
2.Pelatihan manajemen, yakni pelatihan yang bertujuan
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang pengelolaan organisasi,
administrasi, pemasaran/tata niaga produk atau peningkatan kesadaran atas norma
tertentu.
Contoh-contoh pelatihan yang termasuk kategori pelatihan ini
antara lain adalah :
a.Pelatihan kepemimpinan dalam organisasi.
b.Pelatihan manajemen pemasaran produk usaha tani.
c.Pelatihan PRA.
d.Pelatihan penyuluhan dari masyarakat kepada masyarakat.
e.Pelatihan gender.
Analisis kebutuhan
Kegiatan identifikasi pelatihan
diperlukan untuk menyiapkan rencana/program pelatihan. Hasil
identifikasi kebutuhan pelatihan diperlukan sebagai dasar untuk merencanakan
anggaran untuk pelatihan.
Pelatihan yang baik adalah
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tidak
ada manfaatnya jika pelatihan yang dilaksanakan tidak atau kurang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Untuk itu, sebagai langkah pertama yang harus
dilakukan adalah mengidentifikasi kebutuhan pelatihan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yakni :
1.Menggali informasi langsung dari
masyarakat sasaran melalui diskusi kelompok yang terfokus. Dalam hal ini perlu
diadakan suatu pertemuan/diskusi khusus antara kelompok masyarakat sasaran
dengan fasilitator/penyuluh. Dalam diskusi ini ditanyakan, apa masalah yang
dihadapi oleh kelompok masyarakat tersebut, pengetahuan atau keterampilan apa
yang dibutuhkan oleh mereka dan apakah perlu ada pelatihan bagi mereka.
Perlunya pelatihan biasanya terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh
kelompok dalam melaksanakan kegiatannya. Usul perlunya pelatihan datang dari
kelompok masyarakat itu sendiri, demikian pula jenis pelatihannya.
2.Menggali informasi melaui
kegiatan Pengkajian Desa Secara Partisipatif/Participatory Rural Appraisal
(PRA). Melalui pelaksanaan PRA yang dilanjutkan dengan pembuatan
rencana-rencana peningkatan kegiatan di tingkat kelompok dapat diperoleh
informasi kebutuhan pelatihan yang berasal dari masyarakat sendiri.
3.Menggali informasi melalui
wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat/anggota kelompok tani/masyarakat,
disertai dengan pengamatan langsung terhadap kondisi masyarakat/kelompok
tersebut.
4.Penelitian konvensional yang
dilakukan oleh ahli. Melalui penelitian terhadap masyarakat yang bersangkutan
yang mencakup tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan masyarakat
dalam melakukan usahanya yang berkaitan
dengan pertanian dapat diperoleh
informasi mengenai kebutuhan pelatihan. Informasi dari hasil penelitian ini
masih perlu dikonsultasikan lagi dengan pemuka/kelompok masyarakat tersebut
untuk memperoleh kepastian pelatihan yang diperlukan.
rancang bangun kegiatan pelatihan
Desain atau lebih dikenal dengan
rancangbangun adalah proses perencanaan yang menggambarkan urutan kegiatan
(sistematika) mengenai suatu program. Rancangbangun program diklat adalah
proses perencanaan urutan kegiatan komponen pelatihan yang merupakan suatu
kesatuan yang bulat dari program tersebut.
Ada 3 (tiga) unsur penting dalam
upaya meningkatkan kegiatan diklat bagi setiap individu, yaitu: maksud (apa
yang harus dicapai), metode (bagaimana mencapai tujuan) dan format (dalam
keadaan bagaimana penentuan rancangbangun yang akan dicapai).
Setelah kita menetapkan tiga unsur
penting dalam rancangbangun suatu program latihan, langkah selanjutnya adalah:
1.menetapkan alokasi waktu, berapa
lama waktu yang
dibutuhkan untuk
menerapkan rancangbangun tersebut;
2.apa yang Anda lakukan agar
peserta terlibat dan
berpartisipasi;
3.pokok atau kunci apa, instruksi
apa, ide apa yang disajikan
dan apa yang
Anda inginkan dari peserta;
4.materi atau bahan apa yang Anda
butuhkan atau apa
kebutuhan
peserta untuk mengaplikasikan rancangbangun;
5.pengaturan, bagaimana Anda
mengetahui lingkungan fisik
agar
rancangbangun dapat berhasil;
6.akhir, penilaian apa yang Anda
buat dan alat/diskusi apa
yang diinginkan
peserta sebelum melanjutkan ke kegiatan
berikutnya.
Tujuan rancangbangun suatu latihan
pada dasarnya adalah sebagai berikut:
1.Mengetahui secara sistematis
tahapan kegiatan latihan yang
akan
dilaksanakan.
2.Mengetahui aspek-aspek mana yang
akan menjadi fokus
utamanya.
3.Mengetahui model yang digunakan
dalam melaksanakan
latihan.
4.Menyiapkan bahan-bahan dan
metode yang digunakan.
Manfaat rancangbangun ada 2 (dua),
yaitu sebagai berikut:
1.Merupakan pedoman atau acuan
dalam pelaksanaan latihan.
2.Menyiapkan bahan dan metode yang
akan digunakan dalam
proses latihan.
Rumusan tujuan kegiatan pelatihan
Menurut Subagio, tujuan pelatihan
dirumuskan dengan tujuan kegiatan pembelajaran atau disingkat TKP. Seseorang
yang mengikuti latihan tertentu pada dasarnya adalah mengikuti suatu serentetan
proses belajar agar dapat meningkatkan kemampuannya di berbagai bidang. Agar
latihan dapat dirancang secara baik, maka pertama-tama perlu ditentukan apa
tujuan latihan yang hendak direncanakan. Dengan tujuan yang jelas dan terarah,
maka akan ditentukan secara tepat pula proses belajar yang akan
diselenggarakan, alat dan bahan yang hendak dipergunakan, waktu, pelatih, dan
sebagainya.
Tujuan belajar adalah adanya
perubahan penampilan atau tingkah laku dari peserta latihan sebagai hasil dari
proses belajar yang menggunakan materi latihan atau pokok bahasan tertentu, di
mana materi latihan tersebut merupakan sumber rumusan tujuan belajar.
Dalam rangka penyusunan rencana
pelatihan, rumusan tujuan belajar sangat diperlukan karena:
1.memudahkan orang untuk mengerti
maksud dan hasil terbaik
yang akan
dicapai selama proses belajar;
2.merupakan tolok ukur bagi
pelatih dalam menetapkan
aktivitas
belajar;
3.merupakan upaya bagi para
pelatih dan penyelenggara
latihan untuk
mengamati perkembangan sikap peserta
latihan;
4.merupakan kerangka dasar
penilaian hasil belajar; dan
5.merupakan pernyataan spesifik
dari perubahan
pengetahuan,
keterampilan, sikap (PKS) yang akan dialami
oleh peserta
setelah proses belajar berlangsung.
Peningkatan
kemampuan peserta setelah mengikuti latihan pada dasarnya dapat digolongkan ke
dalam 3 (tiga) golongan, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan
pengetahuan berkaitan dengan kemampuan peserta dalam menggunakan daya pikir dan
penalaran tentang materi yang dibahas. Keterampilan adalah kemampuan peserta
dalam melakukan pekerjaan yang sifatnya fisik/teknis terhadap materi bahasan,
sedangkan sikap adalah kecenderungan bagi peserta berkaitan dengan topik/materi
yang dibahas.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
yang dirumuskan tergantung kepada topik atau pokok bahasan yang akan
disampaikan. Mungkin saja dalam satu pertemuan, topik itu bersifat pengetahuan
(teori) sehingga rumusan TIK-nya bersifat pengetahuan. Boleh jadi pokok bahasan
di samping teori juga ada praktek sehingga TIK-nya bersifat pengetahuan dan
keterampilan. Mungkin saja satu pokok bahasan ada unsur pengetahuan,
keterampilan dan sikap dan perumusan TIK-nya pun mencakup tiga sifat itu.
TIK ketiga kawasan itu perlu
memperhitungkan jenjang mana yang dipilih. Jenjang kemampuan TIK berbeda-beda,
sehingga perlu diperhitungkan jenjang mana yang dipilih.
Kegiatan belajar dalam pelatihan
Pada dasarnya kegiatan belajar
adalah kegiatan yang menyangkut 2 (dua) proses yang saling kait-mengait dan
berkesinambungan, yaitu proses belajar dan proses mengajar. Dalam suatu
latihan, proses belajar adalah proses di mana peserta mempelajari sesuatu dan
proses mengajar adalah proses di mana pelatih mengajarkan sesuatu.
Kadang-kadang terjadi di mana dalam suatu kegiatan belajar kedua proses itu
tidak saling bertemu. Sedangkan peserta dapat belajar tanpa pelatih yang
mengajar, atau pelatih mengajar tanpa peserta belajar sesuatu. Mempertahankan
konsep belajar tanpa guru/pelatih adalah mungkin tetapi mempertahankan konsep
guru/pelatih mengajar tanpa peserta mempelajari sesuatu adalah tidak mungkin
(Anonimous, 1995).
Untuk dapat merencanakan kegiatan
belajar secara baik, pertama-tama perlu kita ketahui 5 (lima) prinsip pokok
dalam proses belajar dan mengajar yaitu: Tujuan belajar yang dihayati, urutan
yang bertahap, perbedaan individual yang dihormati, kesempatan berlatih yang
memadai dan hasil dapat dikeltahui dengan segera.
Agar peserta latihan dapat lebih
memahami dan menghayati tujuan belajar, beberapa usaha dapat dilakukan seperti
diuraikan di bawah ini:
1.Pelatih hendaknya selalu
berusaha memperlihatkan segi
positif dari
bahan pelajaran yang disajikan, misalnya
memberikan
penjelasan detail tentang keuntungan
memanfaatkan
teknologi yang ada.
2.Pelatih hendaknya berusaha
menunjukkan bahwa yang
sedang
dipelajari benar-benar relevan dengan TIK.
3.Pelatih hendaknya dapat
menunjukkan bahwa bahan
pelajaran ada
hubungannya dengan kepentingan pribadi dan
lingkungan
sehari-hari.
4.Pelatih hendaknya dapat
menunjukkan bahwa sesungguhnya
peserta latihan akan
mampu mempelajari bahan yang
diinginkan. Dengan
perkataan lain, pelatih berusaha
membangkitkan rasa
kaya data dan semangat peserta latihan.
Usaha-usaha tersebut di atas,
hendaknya dilakukan oleh pelatih sebelum pelajaran dimulai dan apabila perlu
diulang-ulang selama pelajaran berlangsung.
Metode latihan
Pemilihan metode yang tepat dalam
suatu latihan pada dasarnya merupakan upaya dalam mewujudkan proses belajar dan
mengajar yang efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang membawa
peserta belajar dengan efektif, untuk itu pelatih harus dapat memilih metode
yang tepat agar dapat melakukan proses belajar-mengajar yang efektif. Metode
latihan harus dapat memberikan jiwa yang menghidupi bagi semua kegiatan selama
latihan. Pada latihan yang sifatnya partisipatif, melibatkan peserta dalam
proses belajar-mengajar sebanyak-banyaknya, metode latihan yang sifatnya
partisipatif sangat penting artinya. Dalam hal ini peserta adalah sebagai
subjek belajar.
Pelatihan masyarakat merupakan
pendidikan non formal, dengan demikian sifatnya berbeda dengan pendidikan
formal yang dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Dalam pelatihan non formal bagi
orang dewasa, ada karakteristik peserta pelatihan/orang dewasa yang harus
diperhatikan yakni :
- Orang dewasa mempunyai
pengalaman dan pengalaman
masing-masing orang
berbeda satu sama lain.
- Lebih suka menerima saran-saran
daripada digurui.
- Biasanya menilai dirinya lebih
rendah daripada kemampuan
sebenarnya yang ada
pada dirinya.
- Biasanya lebih menyenangi
hal-hal yang bersifat praktis.
- Biasanya membutuhkan waktu
belajar yang relatif lama,
membutuhkan suasana
akrab dan menjalin hubungan yang
erat.
- Lebih suka dihargai daripada
disalahkan.
- Hanya mau belajar dengan baik
jika mereka menganggapnya
perlu bagi mereka.
- Lebih memperhatikan hal-hal yang
menarik bagi dia dan
menjadi kebutuhannya.
- Menyukai cara belajar yang
melibatkan peran mereka.
Ada beberapa metode pembelajaran
yang dapat dipilih dalam pelatihan ini yakni:
1. Ceramah yang disertai dengan
alat peraga.
Metode ini adalah metode yang
hanya efektif jika waktu yang tersedia sempit. Dalam ceramah, penyampaian
informasi lebih cenderung bersifat searah. Adanya alat peraga atau alat bantu
sangat membantu dalam memberikan kejelasan bahan atau materi pembelajaran yang
disampaikan dengan cara ini.
2. Diskusi
Metode ini lebih partisipatif
daripada ceramah. Dalam diskusi, para peserta pelatihan diajak berfikir bersama
dan mengungkapkan pikirannya sehingga timbul pengertian pada diri sendiri, pada
kawan diskusi dan pada masalah yang dihadapi.
3. Pemeranan
Pemeranan adalah suatu usaha untuk
membantu para peserta pelatihan mengalihkan suatu masalah belajar yang tertulis
ke dalam praktek atau dramatisasi dari persoalan dengan melihat kenyataan
langsung. Biasanya lokasi kegiatan pembelajaran adalah lahan petani sendiri dan
prosesnya melaui penemuan/praktek lapangan.
4. Kontinum Proses Belajar
Kontinum proses belajar adalah
suatu proses penataan pengalaman untuk mencapai perluasan pengalaman
berdasarkan pengalaman sendiri maupun pengalaman orang/pihak lain. Contoh :
studi banding dan magang.
5. Pengalaman Terstruktur
Latihan-latihan dan permainan yang
dirancang secara cermat untuk menciptakan suatu pengalaman tertentu bagi
peserta dilakukan dalam situasi belajar. Metode ini merupakan ciri khas metode
belajar yang manfaatnya besar sekali dalam pendidikan orang dewasa, dengan
tujuan meningkatkan keterampilan, mengubah perilaku dan kerjasama dalam
organisasi. Contohnya adalah belajar melalui petak pengalaman/demonstration
plot (demplot), studi banding.
Langkah2 penyelenggaraan latihan
Setelah segala sesuatunya tentang
pendidikan-latihan (Diklat) selesai direncanakan, tahap berikutnya adalah
pelaksanaan latihan. Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dapat dibagi
menjadi tiga langkah, yaitu langkah persiapan, langkah pelaksanaan pelatihan
dan langkah pelaporan. Dari sumber yang lain, menjelaskan pada langkah ketiga
diringkas dengan tahap pasca latihan di mana fokusnya adalah pada tindak lanjut
latihan oleh peserta.
Langkah persiapan mencakup dua
hal, yaitu persiapan administratif dan persiapan edukatif. Persiapan yang
sifatnya administratif adalah menyangkut kegiatan surat-menyurat, persiapan,
keuangan dan prosedur pelaksanaan latihan itu sendiri.
Sedangkan persiapan yang sifatnya
edukatif adalah segala persiapan latihan yang berhubungan langsung dengan
proses belajar-mengajar yang akan diselenggarakan. Kedua persiapan ini perlu
dilakukan secara cermat, terutama oleh panitia yang menyangkut administrasi dan
oleh pelatih yang menyangkut proses pembelajaran.
Persiapan administrasi pelatihan
menyangkut berbagai hal, peserta, pelatih (widyaiswara), buku pedoman/petunjuk
latihan, perlengkapan latihan, formulir pendaftaran, pembiayaan pelaksanaan
diklat dan sebagainya. Sedangkan persiapan edukatif latihan mencakup menentukan
kebutuhan alat dan bahan pembelajaran, jadwal latihan, biaya edukatif, ruang
pertemuan dan lahan praktek, laboratorium dan sebagainya.
Persiapan edukatif perlu
dipersiapkan agar proses pembelajaran dapat sesuai dengan tuntutan kurikulum
latihan. Persiapan edukatif adalah persiapan yang dilaksanakan oleh panitia
penyelenggara melalui petugas yang ditunjuk.
Persiapan edukatif yang dimaksud
antara lain:
1.menyusun panduan
belajar/latihan, praktek, kuliah,
pertemuan,
seminar, PKL dan sebagainya;.
2.menyusun jadwal pelatihan atau
kalender pelatihan yang
mencakup satu
proses dari awal hingga akhir;
3.mempersiapkan pelatihan sesuai
jadwal yang dibuat;
4.menyiapkan bahan-bahan yang
diperlukan terutama bahan
yang tahan lama
dan digunakan berulang, seperti benih,
pupuk, bahan
kimia dan sebagainya;
5.menyiapkan alat praktek, alat
bantu mengajar (OHP, film, TV)
dan sebagainya
yang dibutuhkan selama latihan;
6.mempersiapkan blanko-blanko dan
format-format isian yang
berkaitan dengan
proses pembelajaran seperti daftar hadir,
dan perizinan;
7.mempersiapkan satuan acara
perkuliahan (SAP), elemen
keterampilan,
lembar penugasan, dan sebagainya;
8.mempersiapkan dan
mengidentifikasi kebutuhan bacaan yang
diperlukan;
9.mempersiapkan lembar mengajar
(LPM) dan lembar evaluasi
serta soal-soal
untuk tes awal.
Penyelenggaraan latihan
A. PEMBUKAAN
Pada prinsipnya pembukaan
pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari acara pembukaan,
pengarahan umum, pengarahan kegiatan pelatihan, dan penjelasan panitia
pelaksana mengenai tata tertib dan hal-hal lain yang perlu disampaikan,
misalnya tentang akomodasi dan fasilitas selama pelatihan.
Pembukaan pelatihan dapat
dilaksanakan secara formal dengan suatu acara sambutan/pengarahan dari pejabat
instansi, tetapi dapat dilakukan secara informal minimal oleh ketua
penyelenggara pelatihan dengan pernyataan singkat dan disertai penjelasan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan.
B. PEMBELAJARAN
1. Proses Pembelajaran
Pada pelatihan yang dilaksanakan
dalam suasana belajar di kelas dan berlangsung dalam beberapa hari, kegiatan
pembelajaran diawali dengan pengenalan fasilitator/instruktur dan pembacaan
biodata fasilitator/instruktur, dilanjutkan dengan pemberian materi ajaran
sesuai dengan kurikulum dan silabus. Pada pembelajaran yang kompleks, kegiatan
belajar mencakup :
- Teori, dilaksanakan di
kelas/ruangan atau di tempat lain yang memungkinkan. Sebelum melaksanakan
pembelajaran teori, fasilitator/instruktur menyiapkan materi sesuai dengan mata
ajaran dalam bentuk “hand out” atau bahan serahan atau alat
bantu pembelajaran.
- Praktek Lapangan, karyawisata,
widyawisata atau bentuk kunjungan lainnya yang
dilaksanakan sesuai dengan
kurikulum dan silabus yang ada.
Selama pelatihan perlu dibangun
suasana yang memungkinkan para peserta maupun fasilitator bebas mengemukakan
pendapat, saling tukar pengalaman. Fasilitator/instruktur diharapkan mampu
menghargai setiap pendapat, pikiran,
pengalaman peserta dan hasil karya
peserta.
2. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Pada pelatihan-pelatihan tertentu,
setelah sesi pembelajaran dalam pelatihan tersebut selesai, maka kepada peserta
diminta agar mereka menuliskan rencana tindak lanjut (RTL). Artinya, setelah
peserta memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pelatihan
itu, para peserta membuat rencana tertulis mengenai kegiatan yang akan
dilakukan selanjutnya.
3. Administrasi Pembelajaran
Kegiatan ini meliputi segala
bentuk pengadministrasian dalam proses pembelajaran yang dimaksudkan untuk
kelancaran, dokumentasi dan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pelatihan.
C. PENUTUPAN PELATIHAN
Penutupan pelatihan mencakup acara
pembacaan atau pernyataan secara resmi tentang selesainya pelatihan dan
pemulangan peserta pelatihan.
Latihan partisipatif
Latihan partisipatif sekarang ini
bukan lagi dipandang sebagai suatu konsep atau suatu gagasan tetapi dalam
wujudnya yang nyata telah berubah menjadi suatu ”sistem”, yaitu mekanisme untuk
merealisasi suatu gagasan.
Latihan partisipatif sebagai suatu
sistem telah memenuhi 3 (tiga) syarat berikut, yaitu:
1.Upaya-upaya itu memiliki tujuan
yang jelas.
2.Upaya-upaya itu didukung oleh
beberapa komponen sistem.
3.Terdapat mekanisme hubungan
antarkomponen sistem
menuju ke arah
pencapaian tujuan.
Ciri-ciri dari sistem pelatihan
partisipatif dapat dilihat dari komponen sistem yang membangun pelatihan
partisipatif. Komponen-komponen tersebut adalah:
1.Warga belajar
Dalam latihan partisipatif peserta
atau warga belajar bertindak sebagai subjek pendidikan, atau pelaku utama dalam
proses belajar-mengajar. Warga ini telah memiliki cukup pengalaman serta
pengetahuan, sebagai sumber belajar yang amat berharga. Warga belajar harus
saling menyumbang dan mengkaji pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,
tukar-menukar pengalaman dan sebagainya.
2.Peran Pelatih
Dalam latihan partisipatif peran
guru telah berubah sedemikian rupa, sehingga lebih tepat jika disebut
fasilitator atau pemandu belajar.
Seorang pelatih/fasilitator atau
pemandu bukan orang yang memiliki segalanya, tetapi lebih banyak sebagai orang
yang mampu menghargai setiap pendapat, pemikiran, pengalaman, upaya dan hasil
karya warga belajar. Pelatih sebagai fasilitator dan pemandu lebih banyak
membantu peserta, agar proses pembelajaran akan lebih aktif, serta mengarahkan proses
belajar-mengajar lebih hidup, sesuai dengan pemikiran warga belajar sebagai
subjek pendidikan.
3.Kurikulum latihan
Fasilitator memerlukan persyaratan
tertentu di antaranya adalah memiliki pengetahuan dasar yang cukup, memiliki
perhatian khusus serta profesional dalam menjalankan tugasnya.
Materi latihan dirumuskan secara
bersama oleh pengelola latihan dan peserta latihan sesuai dengan kebutuhannya.
Semua harapan serta kebutuhan belajar dari peserta yang diperhitungkan akan
dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menunaikan tugas sehari-hari,
diagendakan untuk dibahas atas dasar prioritas dan tersedianya waktu. Semua
bahan belajar yang telah disiapkan terlebih dahulu dikaji dan diuji dengan
kebutuhan bersama tersebut.
4.Metode Latihan
Cara yang digunakan dalam proses
belajar-mengajar selama latihan, dititikberatkan pada pendekatan kelompok.
Maksudnya agar setiap peserta mempunyai kesempatan yang lebih luas dalam
bertukar pikiran dan berdiskusi masalah tertentu. Metode yang diterapkan
utamanya adalah cara belajar lewat pengalaman (CBLP), di samping metode lainnya
seperti peragaan (demonstrasi) latihan, dan sebagainya.
Pelatih perlu terlibat secara
langsung dalam setiap proses belajar yang benar, untuk memberikan sumbangan
yang berarti bagi pematangan sikap peserta. Namun demikian, dalam penggunaan
metode latihan dikembangkan metode yang sejalan dengan CBLP, yaitu yang dikenal
dengan siklus belajar dari pengalaman (Experience Learning Cycle/ELC).
5.Evaluasi latihan
Evaluasi perlu dilakukan untuk
mengetahui proses kegiatan yang dilaksanakan dan melihat pencapaian hasil
belajar. Evaluasi lebih diutamakan pada evaluasi informatif dibanding sumatif,
dengan alasan untuk lebih memantapkan materi serta mendeteksi kelemahan seawal
mungkin, agar supaya pembenahan dapat segera dilakukan.
6.Alat Peraga dan Peralatan
Latihan
Orientasi pelatihan pada umumnya
adalah peningkatan keterampilan dan sikap. Untuk tujuan ini di dalam proses
belajar-mengajar, dibutuhkan alat bantu dan bahan-bahan yang cukup. Dengan
demikian warga belajar dapat menggunakan segenap inderanya dan melakukan
latihan-latihan dengan intensif. Alat bantu dan peraga perlu dirancang
sedemikian rupa sehingga peserta dapat menggunakannya secara tepat.
7.Jadwal Latihan
Dalam penyelenggaraan latihan dikenal
3 (tiga) dimensi waktu, yaitu masa pra latihan formal, masa latihan formal dan
masa pasca latihan formal. Ketiganya merupakan satu kesatuan. Penanganan ketiga
masa tersebut dilakukan dengan kesungguhan dan intensitas yang sama.
Jadwal latihan yang disusun
harus memperhatikan banyak hal, seperti materi bahasan, ketersediaan
waktu, pelatih maupun metode yang digunakan dalam proses pembelajaran serta
kurikulum latihan.
Pengorganisasian latihan
Pengorganisasian merupakan inti
manajemen, karena itu membahas masalah pengorganisasian latihan pada dasarnya
berbincang perihal manajemen latihan. Manajemen di mana pun (termasuk latihan)
berkaitan erat dengan upaya mengatur berbagai unsur pendukungnya, yaitu unsur
manusia, sarana (dalam arti luas) dan unsur dana. Unsur lain yang tidak kalah
pentingnya adalah unsur waktu dan unsur lingkungan.
Unsur manusiawi dalam latihan
mencakup pelatih atau fasilitator, peserta latihan, penyelenggara latihan,
personal atau lembaga pengirim peserta latihan dan sebagainya. Unsur sarana
termasuk di dalamnya segala macam peralatan atau perlengkapan dari yang paling
konvensional sampai yang paling canggih yang berkaitan erat dengan kebutuhan
latihan secara langsung ataupun tidak. Unsur dana mencakup segala macam
pembiayaan latihan dan unsur waktu mencakup kapan dan seberapa lama keseluruhan
maupun setiap kegiatan akan berlangsung. Adapun unsur lingkungan kecuali
mencakup lingkungan fisik, juga mencakup lingkungan sosial serta suasana yang
perlu diciptakan agar latihan terselenggara dengan baik.
Agar suatu latihan dapat
diselenggarakan sebagaimana mestinya, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip
pengorganisasian latihan berikut ini.
1.Sejalan dengan penahapan
penyelenggaraan latihan,
pengorganisasian
latihan memikul tugas tertentu di setiap
tahap latihan.
Agar peserta memperoleh manfaat yang
maksimum, maka
semua pihak yang terlibat perlu menunaikan
tugas
masing-masing dengan cara yang baik dan serius pada
setiap tahap
penyelenggaraan latihan.
2.Pengorganisasian terhadap semua
unsur pendukung
manajemen
diarahkan untuk mencapai tujuan latihan.
3.Unsur manusiawi dalam
penyelenggaraan latihan yang terdiri
dari pelatih,
peserta, penyelenggara latihan dan sebagainya,
perlu berperan
secara tepat sebagaimana telah ditetapkan
pada setiap
tahap latihan. Hal yang perlu ditekankan adalah
peserta latihan
merupakan subjek pendidikan yang
selayaknya
mendapatkan perhatian sentral. Dalam latihan
segala upaya,
segala sarana, segala kemudahan dan
suasana boleh
dilakukan, disediakan, dan diciptakan agar
peserta latihan
dapat mengaktualisasikan pengalaman dan
kemampuannya
secara optimum.
4.Evaluasi terhadap
pengorganisasian latihan dapat dilakukan
pada setiap
akhir tahapan. Hasil evaluasi dapat menjadi
masukan bagi
pelaksanaan tahap berikutnya.
5.Menempatkan peserta latihan
sebagai subjek latihan pada
dasarnya juga
berarti proses pelimpahan tanggung jawab
dalam rangka
pengorganisasian latihan.
Pada dasarnya setiap tahapan
latihan senantiasa perlu diidentifikasi jenis kegiatan mana yang mungkin
dilimpahkan kepada peserta latihan. Namun pada akhirnya sebagian besar tanggung
jawab penyelenggaraan latihan terletak di tangan peserta latihan.
Masalah dan alternative pemecahan
Perencanaan kegiatan tersebut
perlu dilengkapi dengan identifikasi segala sesuatu yang mungkin dapat
menghambat atau boleh jadi menggagalkan tujuan. Segala sesuatu yang dapat
menghambat atau menghalangi tercapainya suatu tujuan kegiatan itu disebut
masalah.
Masalah adalah segala sesuatu yang
dapat menghambat atau menghalangi tercapainya suatu tujuan kegiatan yang
direncanakan. Pada dasarnya masalah suatu kegiatan dapat digolongkan menjadi 3
(tiga) golongan, yaitu masalah teknis, masalah ekonomi, dan sosial.
1.Masalah Teknis, merupakan suatu
hambatan kegiatan yang
sifatnya
berkenaan dengan penerapan teknologi tertentu.
Dalam kasus
tikus di atas, contohnya petani tidak dapat
menangani
enanganan hama ini.
2.Masalah Ekonomi, merupakan suatu
hambatan kegiatan yang
berkaitan dengan
keterlibatan dana/uang. Dalam contoh tikus
di atas, petani
tidak dapat menyediakan pestisida khusus
untuk
memberantas tikus yang merajalela karena harganya
mahal, sehingga
tidak mampu membeli.
3.Masalah Sosial, adalah segala
sesuatu hambatan disebabkan
faktor sosial
masyarakat setempat. Contoh kasus di atas
misalnya
masyarakat/petani setempat tidak mau
memberantas
tikus karena berkeyakinan hama tikus akan
menyerang lebih
hebat.
Masalah pra latihan, adalah
masalah yang muncul pada proses persiapan latihan. Masalah yang muncul dapat
menyangkut peserta, pelatih dan fasilitas yang disediakan. Masalah yang
berkaitan dengan peserta terutama jika dilihat dari jumlah peserta, apakah
terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Peserta yang terlalu banyak
melebihi batas yang ditentukan, akan mengurangi efektivitas belajar serta
kesulitan dengan sumber daya yang tersedia. Usaha menanganinya adalah:
1.Latihan dibagi menjadi beberapa
tahap, tiap tahap jumlah
peserta paling
banyak antara 20-25 orang.
2.Memilih peserta yang potensial
untuk dilatih menjadi pelatih.
Mereka
diharapkan dapat melatih kelompok-kelompok di
daerah
masing-masing.
Jika jumlah peserta terlalu
sedikit, kurang dari yang ditentukan maka untuk menghindari adalah:
1.Memberikan penjelasan yang
mantap kepada pihak-pihak
yang
bersangkutan tentang tujuan latihan, misalnya kepada
Pamong,
kelompok-kelompok masyarakat, PKK, kelompok
pendengar,
kontak tani dan lain-lainnya.
2.Meninjau kembali apakah materi
latihan sudah sesuai dengan
kebutuhan
masyarakat.
Evaluasi pelatihan
Perencanaan kegiatan tersebut
perlu dilengkapi dengan identifikasi segala sesuatu yang mungkin dapat
menghambat atau boleh jadi menggagalkan tujuan. Segala sesuatu yang dapat
menghambat atau menghalangi tercapainya suatu tujuan kegiatan itu disebut
masalah.
Masalah adalah segala sesuatu yang
dapat menghambat atau menghalangi tercapainya suatu tujuan kegiatan yang
direncanakan. Pada dasarnya masalah suatu kegiatan dapat digolongkan menjadi 3
(tiga) golongan, yaitu masalah teknis, masalah ekonomi, dan sosial.
1.Masalah Teknis, merupakan suatu
hambatan kegiatan yang
sifatnya
berkenaan dengan penerapan teknologi tertentu.
Dalam kasus
tikus di atas, contohnya petani tidak dapat
menangani
enanganan hama ini.
2.Masalah Ekonomi, merupakan suatu
hambatan kegiatan yang
berkaitan dengan
keterlibatan dana/uang. Dalam contoh tikus
di atas, petani
tidak dapat menyediakan pestisida khusus
untuk
memberantas tikus yang merajalela karena harganya
mahal, sehingga
tidak mampu membeli.
3.Masalah Sosial, adalah segala
sesuatu hambatan disebabkan
faktor sosial
masyarakat setempat. Contoh kasus di atas
misalnya
masyarakat/petani setempat tidak mau
memberantas
tikus karena berkeyakinan hama tikus akan
menyerang lebih
hebat.
Masalah pra latihan, adalah
masalah yang muncul pada proses persiapan latihan. Masalah yang muncul dapat
menyangkut peserta, pelatih dan fasilitas yang disediakan. Masalah yang
berkaitan dengan peserta terutama jika dilihat dari jumlah peserta, apakah
terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Peserta yang terlalu banyak
melebihi batas yang ditentukan, akan mengurangi efektivitas belajar serta
kesulitan dengan sumber daya yang tersedia. Usaha menanganinya adalah:
1.Latihan dibagi menjadi beberapa
tahap, tiap tahap jumlah
peserta paling
banyak antara 20-25 orang.
2.Memilih peserta yang potensial
untuk dilatih menjadi pelatih.
Mereka
diharapkan dapat melatih kelompok-kelompok di
daerah
masing-masing.
Jika jumlah peserta terlalu
sedikit, kurang dari yang ditentukan maka untuk menghindari adalah:
1.Memberikan penjelasan yang
mantap kepada pihak-pihak
yang
bersangkutan tentang tujuan latihan, misalnya kepada
Pamong,
kelompok-kelompok masyarakat, PKK, kelompok
pendengar,
kontak tani dan lain-lainnya.
2.Meninjau kembali apakah materi
latihan sudah sesuai dengan
kebutuhan
masyarakat.
Latihan
ok min
BalasHapuslampu kaca pembesar
Min, ga ada sumber bukunya yaa?
BalasHapus